Friday, December 30, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Menyambut Datangnya Tahun Baru Miladiyah 1 Januari 2012

Oleh Ustad Sahdiyan dari Cakung

Marilah kita selalu bertaqwa kepada ALLAH Ta'ala, baik didalam keaadan sepi maupun di dalam keaadan ramai. Jangan hanya di dalam keaadan ramai saja kita bertaqwa. Sebab taqwa seperti ini tidak murni karena ALLAH. Begitu pula janganlah hanya bertaqwa di dalam keaadan sepi saja, sebab dalam keaadan ramai justru kita dituntut untuk bertaqwa. Maka sesungguhnya bertaqwa kepada Allah itu merupakan penjagaan dan benteng dari kemurkaan ALLAH Ta'ala.

Sebentar lagi bulan Januari akan datang kepada kita yaitu bulan dimana permulaan tahun Miladiyah akan di mulai. Artinya kita akan sampai pada tahun baru lagi, yaitu tahun 2012 yanh harus dihadapi dengan hati-hati seraya berpedoman dengan pengalaman-pengalaman tahun lampau. Segala amal perbuatan tahun lalu yang tidak patut hendaknya di jauhi dan dihindari. Selanjutnya bersiap-siap memulai babak baru yang harus bisa di warnai dengan perilaku yang baik serta terpuji dan menguntungkan. Itulah langkah kita di dalam setiap memasuki tahun baru. Mengadakan instropeksi diri pada diri kita sendiri serta meng-evaluasi semua perbuatan tahun lampau untuk diperbaiki pada tahun berikutnya. Sehingga dengan demikian semakin tua umur kita semakin baik dan sempurna amal kita. Begitulah tujuan kita hidup dari tahun ke tahun, di beri umur panjang dengan disertai amal baik.

Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Shafwan dan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah s.a.w., telah bersabda :

''Khairunnaasi manthala umruhu wahasunu 'amaluhu''
''Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan bagus amalnya''

Sidang Jum'at yang berbahagia

Tetapi sebagian besar orang yang menyambut datangnya tahun baru malah di gunakan sebagai kesempatan untuk maksiat sepuas-puasnya. Di hotel-hotel gedung pertemuan atau di tempat-tempat ramai lainnya diselenggarakan bermacam-macam acara yang berbaur dengan kemaksiatan. Dansa-dansa, mabuk-mabukan, berjoget semalam suntuk dan lain-lain adalah hal biasa yang di lakukan setiap menyambut tahun baru masehi. Semua itu adalah keliru, bahkan sangat keliru dan sesat. Karena kebiasaan-kebiasaan diatas adalah perilaku orang kafir, orang-orang yang haus kemewahan dunia tanpa mengingat kehidupan di akhirat. Mereka telah berbuat dosa sementara mereka telah di beri kenikmatan kehidupan di tahun baru. Semestinya mereka bersyukur bukannya berbuat seperti orang kufur.


Ingatlah, wahai kaum Muslimin akan ancaman ALLAH terhadap orang-orang yang berbuat dosa apalagi sampai mengingkari kenikmatannya. Allah telah berfirman dalam Al Qur'an surat Al An'am ayat 120 :









''wadzaruu zhaahira al-itsmi wabaathinahu inna alladziina yaksibuuna al-itsma sayujzawna bimaa kaanuu yaqtarifuuna''

''Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.''
Didalam surat Ibrahim ayat 7, ALLAH mengancam kepada orang-orang yang tidak tahu mensyukuri nikmatnya, bahkan mengingkarinya. ALLAH telah berfirman :





''wa-idz ta-adzdzana rabbukum la-in syakartum la-aziidannakum wala-in kafartum inna 'adzaabii lasyadiidun''
''Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".


Kaum Muslimin yang di muliakan ALLAH


Lalu bagaimana tindakan kita memasuki tahun baru nanti? Sebagai orang muslim yang bukan hanya mementingkan kehidupan dunia saja tapi juga kehidupan akhirat, maka tindakan kita di dalam memasukI tahun baru ialah :

1. Bercermin pada kehidupan yang baru saja kita lalui di tahun sebelumnya. Jika ternyata pada tahun sebelumnya kita banyak berbuat kesalahan maka pada tahun mendatang ini kita harus mengubah sikap untuk berbuat kebajikan-kebajikan sebanyak-banyaknya. Tersebut dalam sebuah hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah s.a.w., telah bersabda :

''Ittaqillaha haitsumaa kunta wa atba'issayya atal hasanaata tamhuhaa wa khaaliqinnaasa bikhuluqin hasanin.''
''Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana kamu berada, ikutilah perbuatan jahat dengan kebaikan, maka kebaikan itu akan menghapusnya, dan pergauli manusia dengan budi pekerti yang baik.''


2. Bilamana dalam masalah keduniaan sebelumnya kita mengalami kemunduran, maka carilah sebab kemunduran itu. Lalu dari cara baru yang sekiranya dapat mendatangkan kemajuan. Janganlah kemunduran pada tahun sebelumnya membuat putus asa. Sebab putus asa di dalam mengharap rahmat ALLAH dan pertolongan ALLAH dilarang dalam Ajaran Islam.

ALLAH berfirman dalam Al Qur'an surat Yusuf ayat 87 :











''yaa baniyya idzhabuu fatahassasuu min yuusufa wa-akhiihi walaa tay-asuu min rawhi allaahi innahu laa yay-asu min rawhi allaahi illaa alqawmu alkaafiruuna''


''Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".
 3. Memperbanyak rasa syukur kepada ALLAH bilamana di dalam tahun yang baru dilalui itu memperoleh banyak kemajuan, baik dalam masalah duniawi maupun ukhrawi. Janganlah apa yang di capainya selama ini lalu membuat lupa daratan, sehingga dalam tahun berikutnya lalu berlaku sombong, atau membangga-banggakan apa yang telah di capainya selama ini. Ingat Qarun yang telah di laknat ALLAH karena berlaku sombong berkat keberhasilannya di dalam perniagaannya yang membawa dirinya semakin kaya. Padahal sebenarnya apa yang telah di capainya itu semata adalah anugerah ALLAH.

Perhatikan firman ALLAH dalam Al Qur'an surat Al Maidah ayat 6 :









''yaa ayyuhaa alladziina aamanuu idzaa qumtum ilaa alshshalaati faighsiluu wujuuhakum wa-aydiyakum ilaa almaraafiqi waimsahuu biruuusikum wa-arjulakum ilaa alka'bayni wa-in kuntum junuban faiththhahharuu wa-in kuntum mardaa aw 'alaa safarin aw jaa-a ahadun minkum mina alghaa-ithi aw laamastumu alnnisaa-a falam tajiduu maa-an fatayammamuu sha'iidan thayyiban faimsahuu biwujuuhikum wa-aydiikum minhu maa yuriidu allaahu liyaj'ala 'alaykum min harajin walaakin yuriidu liyuthahhirakum waliyutimma ni'matahu 'alaykum la'allakum tasykuruuna''

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit [403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh [404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni'mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

[403] Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air. [404] Artinya: menyentuh. Menurut jumhur ialah: "menyentuh" sedang sebagian mufassirin ialah: "menyetubuhi".
 Sidang Jum'at yang berbahagia

Dari semua uraian diatas, maka tahulah kita sebagaimana seharusnya tindakan setiap muslim di dalam memasuki tahun baru. Kita tidak perlu meniru orang-orang yang tidak mengerti, apalagi meniru orang kafir yang berfoya-foya di dalam menyambut datangnya tahun baru. Datangnya tahun baru bagi kita berarti kita akan mengisi lembaran-lembaran hidup baru yang telah di bentangkan oleh ALLAH di hadapan kita. Maka kita harus berhati-hati, jangan sampai lembaran-lembaran itu lalu kita nodai dengan amal perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak ALLAH dan selera manusia yang berbudaya dan serta berkehendak luhur.

Oleh sebab itu mulai sekarang kita harus bisa merubah sikap di dalam menyongsong datangnya tahun baru. Kita ingatkan mereka yang biasa menyongsong tahun baru dengan berpesta-pesta, berfoya-foya semalam suntuk di hotel-hotel, digedung-gedung pertemuan, di jalan-jalan di panggung-panggung gembira dan lainnya. Semua itu adalah tindakan yang keliru. Sebaliknya di saat-sat permulaan memasuki tahun baru, kita warnai dengan amal sholeh, meningkatkan ketaqwaan kepada ALLAH dan memperdekat diri kepada ALLAH. Dengan demikian maka pasti ALLAH melindunginya di dalam kehidupannya itu banyak mengandung berkah.

Akhirnya marilah kita panjatkan do'a kepada ALLAH semoga amal perbuatan kita yang telah lalu berupa kebajikkan diterima Oleh-Nya sebagai amal sholeh yang dapat kita petik kelak di akhirat, dan semua kesalahan atau dosa yang telah kita perbuat selama itu di ampuni-Nya. Begitu pula semoga langkah kita selanjutnya di dalam memasuki tahun baru mendapat petunjuk dan taufik-Nya. Amin ya Rabbal Alamin.

Khutbah Jum'at ini disampaikan oleh khotib Ustad Sahidan hari Jum'at tanggal 30 Desember 2011 di sebuah Masjid di Jl. Tipar Cakung di Gang Abdul Gani, kebetulan admin sholat Jum'at di masjid ini juga, akhirnya saya beranikan(belum kenal ustadnya) untuk memohon salinan khutbahnya dan admin poskan di blog ini.

Semoga bermanfaat untuk sahabat blogger MWB semuanya.

Wednesday, December 28, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Kebijakan dan Kesempurnaan Akal Nabi Muhammad S.A.W.

Tentang kebijakkan atau kecerdasan dan kesempurnaan akal fikiran pribadi Nabi Muhammad s.a.w., tidak akan dapat diragukan lagi oleh siapa saja yang berakal fikiran sehat, sekali pun beliau itu seorang yang ummi.

Jelasnya : Barang siapa yang suka memperhatikan urusan-urusan Nabi Muhammad s.a.w., yang tidak berhubungan dengan wahyu atau kenabian beliau, dengan sepenuh perhatian yang didasarkan atas kesucian jiwa, baik yang berkenaan dengan urusan mengatur orang banyak maupun orang yang istimewa dengan kebagusan kelakuannya dan ketinggian perangainya, padahal beliau tidak kenal tulisan dan tidak pernah belajar terlebih dahulu serta tidak pernah memperoleh contoh terlebih dahulu dari orang lain, niscaya ia tidak akan ragu-ragu lagi dan mesti mengakui tentang kebijakan, kecerdasan, ketinggian dan kesempurnaan akal fikiran beliau yang tidak ada tara bandingannya


Dalam hal ini, Wahab bin Munabah, seorang yang terkenal mengerti tentang kitab-kitab agama yang terdahulu ( sebelum Al Qur'an ), pernah mengatakan dengan dengan secara jujur : ''Saya pernah membaca tujuh puluh satu kitab daripada kita-kitab Tuhan yang diturunkan kepada para utusan-Nya yang terdahulu, maka saya mendapati di dalamnya dengan jelas, bahwa Nabi Muhammad itu adalah orang yang paling sempurna akalnya dan tinggi kebijaksanaan fikirannya.''

Para orang yang memusuhi Nabi Muhammad di kala Al Qur'an diturunkan, walaupun mereka tetap memusuhi kepada beliau, namun mereka mau mengakui juga tentang kecerdasan, kebijakkan dan kesempuranaan akal beliau.

Dan dalam kenyataan memang demikian. Karena jika Nabi Muhammad itu bukan orang yang bersifat cerdik, cerdas dalam berfikir bijaksana dan sempurna akalnya, niscaya tidak akan beliau dapat memimpin dan memperbaiki keadaan bangsa Arab yang umumnya bertabiat begitu kasar, begitu keras dan bengis, sehingga menjadi bangsa atau umat yang baik dan maju dalam kebaikan yang belum pernah ada yang menyamakannya di muka bumi ini. Tentang ini telah diakui juga oleh para sarjana yang bukan dari pengikut Islam tapi berfikir jujur, dan diakui pula oleh para orang ahli ilmu agama lain yang pernah memperhatikan benar-benar akan riwayat perjalanan Nabi Muhammad.

Sebenarnya, jika Nabi Muhammad s.a.w. itu bukan seorang yang cerdik, cerdas, bijak dan sempurna akal fikirannya, tentu tidak akan di angkat ditetapkan menjadi Nabi Utusan ALLAH. Karena diantara sifat yang wajin di miliki seorang Nabi-Rasul ALLAH itu ialah sifat fathanah, yaitu cerdik, cerdas, bijak dan senpurna akal fikirannya.

Guna menimbang kecerdasan fikiran Nabi dan kesempurnaan akal beliau serta kebjiksanaannya, orang yang mengerti bahasa Arab, cukup memperhatikan perkataan-perkataan beliau yang pendek ringkas tetapi mengandung arti yang luas serta dalam, yang hingga kini masih tercatat dalam kitab-kitab hadits


Silahkan Update Post terbaru dengan menfollow blog ini atau langganan RSS.

Mohon Koreksinya di kolom komentar untuk penyempurnaan, Jika ada sahabat yang menyaln silahkan dengan judul berbeda.

Monday, December 26, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Kesetiaan Nabi Muhammad S.A.W. Dalam Menyempurnakan Janji

Tentang kesetiaan Nabi Muahammad s.a.w dalam menyempurnakan janjinya, dalam riwayat, telah cukup dikenal di kalangan masyarakat, saat itu. Jika Nabi Muhammad s.a.w. sejak kecil mula sudah terkenal kejujurannya dan kebenarannya, maka sudah barang tentu beliau seorang yang setia dalam menyempurnakan janji dan menunaikan amanat. Dan, memang sifat Nabi utusan ALLAH itu harus amanah, disamping sifat kebenarannya. Dikala Nabi Muhammad s.a.w. hendak masuk ke kota Mekkah dengan mengerjakan Umrah, para pemuda Mekkah berkata kepada beliau : ''Demi Allah, wahai Muhammad ; Engkau tidak terkenal sebagai pemungkir atau perusak janji, baik dimasa kecil maupun di masa sesudah besar.''

Pengarang Asy Syifa menegaskan dengan katanya :

''Fakaana Amannaasi wa'adalannasa wa'afannaasa washdaqahum lahjatan.''

''Makaa adalah Nabi s.a.w. itu orang yang paling setia menunaikan amanat, orang yang paling adil, orang yang paling memelihara diri dan orang yang paling benar omongannya.''


Orang yang hendak mengetahui tentang sifat kejujuran dan kesetiaan Nabi cukup memperhatikan pimpinannya. Beliau amat keras mengancam orang yang suka bercedera, menyalahi janji dan berdusta.


An Nadhar bin Harits, seorang Quraisy yang sangat memusuhi Nabi ketika masih di Mekkah, pernah berkata di muka para kawannya dalam suatu pertemuan para ketua kaum Quraisy, dikala membicarakan bahaya seruan Nabi Muhammad, katanya;

''Adalah Muhammad itu di antara kamu, seorang pemuda yang paling disukai dan paling benar perkataannya dan paling besar amanatnya ; tetapi ketika kamu telah melihat uban di pelipisnya dan ia membawa apa-apa yang ia bawa kepada kamu, lalu kamu berkata ; ''Ia tukang sihir.'' Demi ALLAH, ia bukan tukang sihir.''

Jelaslah, bahwa orang yang sangat memusuhi kepada dakwah Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa beliau seorang yang paling benar dan paling jujur menunaikan amanat di antara mereka di kala masih mudanya.

Dan jika sekiranya pribadi Nabi Muhammad s.a.w. tidak mempunyai sifat amanah dan setia menyempurnakan janji sejak dikala sebelum diangkat menjadi Nabi, niscaya Siti Khadijah, istri beliau yang pertama tidak akan menyerahkan membawakan dagangannya kepada beliau untuk dijualkan di negeri Syam. Dan selanjutnya jika beliau tidak bersifat jujur serta pemelihara janji, niscaya Siti Khadijah tidak akan memilih beliau untuk diambil sebagai suaminya, karena beliau seorang pemuda yang papa, sedang Khadijah seorang janda hartawan terkemuka.

Dalam sejarah kehidupan Nabi, telah cukup jelas diriwayatkan, bahwa belum pernah ada suatu perjanjian yang dilanggar oleh Nabi atau tidak disempurnakannya. Bahkan beberapa kali para musuh beliau dalam berjanji dengan beliau tidak menyempurnakannya dan melanggarnya, tetapi beliau tetap memelihara janji yang telah di janjikannya.

Alhasil, baik lawan maupun lawan dikala itu, tidak seorang pun yang tidak mengakui kejujuran dan kesetiaan Nabi dalam menyempurnakan janji.

Silahkan berlangganan RSS untuk Update Post Terbaru.

Saturday, December 24, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Kebenaran Nabi Muhammad S.A.W.

Tentang sifat kebenaran Nabi Muhammad s.a.w, telah cukup terkenal dalam sejarah. Sejak masa kecilnya tidak pernah berdusta, sehingga terkenal do kota Mekah dengan gelar 'Al-Amin', orang yang pernah berdusta, tidak akan diberi gelar dengan gelar 'Al-Amin', karena tidak percaya.


Dalam riwayat beliau pernah terjadi perselisihan dan pertengkaran antara para ketua kaum Quraisy, tentang siapa yang patut dan berhak meletakkan Hadjar Aswad ditempatnya semula.


Mereka akhirnya memutuskan, ''Orang yang berhak meletakkan Hadjar Aswad itu ialah siapa yang masuk pertama masuk di masjid pada pagi-pagi hari.''


Kebetulan yang masuk pertama kali di masjid pada pagi hari itu ialah pribadi Nabi, padahal beliau dikala itu belum di angkat menjadi Nabi. Oleh sebab itu, maka mereka berkata : ''Ini dia Al-Amin'' - ''Ini dia Al-Amin.''


Terhadap keputusan beliau mengenai soal tersebut, mereka merasa puas. Tidak ada seorang pun dari mereka yang tidak atau kurang puas.


Peristiwa yang demikian itu menunjukkan, bahwa beliau dikala itu seorang yang sudah terkenal, 'boleh dipercaya', karena benar dan jujurnya.


Tatkala pribadi Nabi telah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, dan Abu Jahal sangat memusuhi seruan beliau, pada sekali waktu, lantaran ia yakin bahwa beliau bukan orang yang berdusta, maka ia berkata pada beliau : ''Sesungguhnya kami tidak mendustakan kepada Engkau, Muhammad, tetapi kami mendustakan apa-apa yang engkau bawa.''


Akhnas bin Suraiq pernah bersua dengan Abu Jahal pada hari peperangan di Badar. Maka ia berkata kepada Abu Jahal : ''Ya Abal Hakam! Di sini tidak ada orang yang selain kau dan aku, yang mendengarkan omongan kita berdua. Hendaklah engkau memberitahukan kepadaku tentang Muhammad yang sebenarnya, apakah ia itu seorang yang benar atau kah seorang yang dusta?''


Abu Jahal menyahut secara jujur: ''Demi ALLAH, bahwa Muhammad itu sesungguhnya seorang yang benar, dan sekali-kali Muhammad itu tidak pernah berdusta.''


Jadi, Abu Jahal sendiri, yang terkenal sangat memusuhi kepada dakwah Nabi Muhammad, adalah telah mengakui kebenaran Nabi Muhammad dan mengakui bahwa Nabi tidak pernah berdusta.''


Kalau pribadi Nabi Muhammad seorang yang pernah berdusta dan tidak jujur, tentu tidak akan di angkat menjadi Nabi Pesuruh ALLAH, karena sifat seorang Nabi itu harus benar.

Thursday, December 22, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Keadilan dan Kejujuran Nabi Muhammad S.A.W.

Tentang sifat keadlilan dan kejujuran pribadi Nabi Muhammad s.a
w. telah terkenal dalam riwayat, bahkan di masa beliau belum di angkat menjadi Nabi utusan ALLAH, sudah dikenal di kalangan masyarakat kota Mekah, sehingga beliau terkenal dengan nama 'Al Amin', seorang terpercaya dan jujur.


Dalam melakukan keadilan, Nabi Muhammad tidak pernah membedakan antara seorang dari seorang. Karena dari keadilan dan kejujuran beliau dalam menjatuhkan keputusan, maka orang ramai merasa puas terhadap keputusannya.


Diriwayatkan oleh Turmudzi dari sahabat Ali r.a. Ia berkata :


''Kaana Rasuulullahi, a'dalannsi''

''Adalah Rasulullah s.a.w. Itu seadil-adilnya manusia.''

Yang mengatakan, bahwaa Nabi Muhammad s.a.w. itu seorang yang adil dan jujur dalam segala langkahnya, terutama keputusan hukumnya, bukan saja para kawannya atau para pengikutnya, tetapi fihak lawannya atau para orang yang memusuhi kepadaiannya juga.

Ura ian tentang keadilan Nabi Muhammad s.a.w, diantaranyaa ketika Nabi menjatuhkan hukum potong tangan atas seorang perempuan bangsawan Quraisy yang mencuri, sehingga beliau di kala itu bersabda :

''Lau anna faa thimati binta muhammadin saraqat laqatha'tu yadahaa''



''Jika sekiranya Fatimah, anak perempuan Muhammad, mencuri, niscaya aku potong tangannya.''

Saturday, December 17, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Keberanian dan Ketabahan Hati Nabi Muhammad s.a.w.

Tentang keberanian dan ketabahan Nabi Muhammad s.a.w telah cukup terkenal dalam riwayat, sehingga dinyatakan oleh beberapa orang sahabatnya, bahwaa beliau seorang pemberani.
Diriwayatkan oleh ad Darimi dari sahabat Ibnu 'Umar r.a., ia berkata;


''Saya belum pernah melihat seorang yang lebih berani dan lebih tabah hati serta lebih pemurah daripada Rasulullah s.a.w.''


Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik r.a. Berkata ;


''Kaa na rasulullah, asyja'annasi.''


''Adalah Rasulullah s.a.w. Itu seberani-beraninya manusia.''


Kata sahabat Anas r.a. ; ''Pada suatu malam, penduduk di Madinah terperanjat, lantaran mendengar suara yang di sangkanya kedatangan musuh. Orang-orang seketika itu pergi menuju ke tempat di mana suara itu terdengar, tiba-tiba mereka melihat Rasulullah sudah pergi ke tempat itu dan sedang kembali dengan menunggang kuda yang tidak berpelana, sedang pedangnya diselempangkan di kuduknyaa sambil berkata kepada orang ramai :


''Laa taraa 'uu!!''


''Janganlah kamu terkejut''


Kata sahabat 'Ali r.a.:


''Bahwa kami biasa apabila peperangan telah menjadi sengit dan biji mata manusia telah menjadi merah, kami berlindung diri dengan Rasulullah, maka tidak ada seorang pun yang lebih hampir(dekat) kepada musuh daripada beliau.''


Yakni, tidak ada orang yang ada di depan sekali menghadapi fihak musuh, melainkan beliau. Uraian lebih lanjut tentang keberanian Nabi Muhammad s.a.w dapat di ketahui dalam post berikutnya dalam Nabi Muhammad memimpin perang di Badar, di Uhud dan di Hunain serta perang yang lain.

Wednesday, December 14, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Keteguhan Pendirian Nabi Muhammad s.a.w.

Tentang keteguhan pendirian Nabi Muhammad dalam menegakkan dan mempertahankan kebenaran Islam, sebenarnya telah cukup diriwayatkan dalam riwayat perjalanan beliau berdakwah di Mekkah dan seterusnya sampai beliau berhijraah.


Diantaranya dapatlah kamu kutip lagi seperti berikut :


Tatkala Nabi Muhammad telah menyampaikan dakwahnya kepada kaum Quraisy yang mengandung arti, mencela berhala-berhala dan diri mereka yang suka menyembah berhala dan kelakuan mereka yang suka ber-taqlid saja kepada para nenek moyang mereka, maka pada sekali saat para gembong mereka datang kepada Abu Thalib, paman beliau, dan mereka berkata : '' Hendaklah engkau dari sekarang ini melarang anak keponakan engkau dari pada mencela kami, para orang tua kami dan berhala-berhala kami. Jika tidak, maka terpaksa kami akan memusuhi engkau dan memusihi dia dan jika memang sudah kami rasa perlu, dia(Muhammad) akan kami bunuh dengan terang-terangan.''


Permintaan mereka yang demikian itu oleh Abu Thalib disampaikan kepada Nabi, sambil berkata ; ''Hai anak saudaraku laki-laki. Hendaklah dari sekarang ini engkau menghentikan perbuatan engkau yang sudah-sudah itu. Janganlah engkau memberatkan tanggungan dan beban atas diriku yang aku tidak akan kuat memikulnya. Hendaklah engkau menghentikan seruan engkau yang begitu keras dan tajam itu.''


Nabi mendengar perkataan pamannya itu, hati beliau merasa tertusuk, diri beliau merasa terhina dan beliau menyangka bahwa pamannya itu sudah merasa keberatan membantu kepadanya. Sebab itu, dengan tegas beliau lalu menjawab :


''Ya amma, wallaahu lau wadhausy syamsa fii yamiinii wal qamara fii yasaarii ala an atruka hadza lamra maa taraktuhu hatta yudhhirahullahu aau umlaka fiihi.''


''Hai pamanku : Demi ALLAH, kalau mereka (para gembong Quraisy) meletakkan matahari di kananku dan bulan dikiriku, supaya aku meninggalkan urusan agama ini, tidaklah aku meninggalkannya, sehingga ALLAH memberi kemenangan agama ini, atau aku dihancurbinasakn didalamnya.''


Jawaban Nabi yang demikian tegasnya itu, menunjukkan keteguhan pendirian beliau dalam menegakkan dan mempertahankan kebenaran agama ALLAH.

Sunday, December 11, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Keluhuran Budi Pekerti Nabi Muhammad S.A.W.

Untuk melengkapi blog Iman Hijrah dan Jihad ini, maka kami kutipkan beberapa riwayat yang menerangkan kebaikan dan keluhuran budi pekerti Nabi Muhammad s.a.w. baik yang berasal dari usaha beliau sendiri, atau yang timbul karena fitrah atau pembawaab lahir.


Terlebih dahulu kami jelaskan, bagaimana pribadi Nabi Muhammad s.a.w. sebelum pernyataan ALLAH dengan firman-firman-Nya, yang menerangkan bahwa beliau senantiasa dalam budi pekerti yang baik dan tingkah laku yang terpuji. Menurut riwayat, sebelum pernyataan ALLAH tersebut, beliau senantiasa berdoa dan bermohon yang berbunyi sebagai berikut :

''Allahumma ahsanta khalqii fa ahsin khuluqi''

''Ya ALLAH, Engkau telah membaguskan kejadianku, maka Engkau baguskan pulalah budi bekertiku.''(H.R: Ibnu Hibban dari Ibnu Mas'ud r.a.)

Dalam riwayat lain berbunyi :

''Allahumma Kamaa hasanta khulqii fahassan khuluqii''

''Ya ALLAH, sebagaimana telah Engkau baguskan kejadianku, maka baguskan pulalah budi pekertiku.''(H.R. Ahmad dari 'Aisyah r.a.)


''Allahumma inna a'uudzubika min munkaraati akhlaqi.''

''Ya ALLAH, aku berlindung kepada Engkau dari budi pekerti yang jahat.'' (H.R. At Turmudzi dari Quthabah bin Malik r.a).


Juga Nabi Muhammad seringkali berdoa (diwaktu beliau mengerjakan shalat, sesudah beliau membaca takbiratul Ihram):

''Allahumah donii liahsani akhlaqi, Laa yahdii liahsanihaa illa anta, Washrif 'anna sayya ahaa, Laa yashrifuu 'anna sayya ahaa illa anta''

'' Ya ALLAH, tunjukilah aku kepada sebaik-baik budi pekerti, tidak akan ada yang dapat menunjuki kepada sebaik-baik budi pekerti kecuali Engkau, dan Engkau jauhkanlah dari padaku budi pekerti yang buruk, tidak akan ada yang daoat menjauhkan budi pekerti yang buruk dari padaku, kecuali Engkau.''(H.R. Ahmad dan Muslim dari 'Ali r.a).


Oleh sebab itu, maka ALLAH memberi pernyataan kepada Nabi Muhammad s.a.w dengan firmannya yang berbunyi :

''Wainnaka la'ala khuluqin 'adhiim.''

''Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) senantiasa dalam budi pekerti yang luhur''.

Adapun yang dimaksud dengan budi pekertI yang baik dan tingkah laku yang terpuji ialah segala budi pekertu yang sesuai dengan ajaran dan pimpinan Al Qur'an. Muslim meriwayatkan dari Sa'ad bin Hisyam, bahwa ia berkata, '' Aku pernah datang kepada 'Aisyah r.a., lalu aku berkata kepadanya : ''Wahai ibu segenap orang yang beriman, beritahukan kepadaku, budi pekerti Rasulullah s.a.w.''

''Kaana khuluquhul qur an, Amaa taqraul qur an : Wainnaka la'ala khuluqin adhiimin.''

''Adalah perangai Rasulullah s.a.w. itu ialah Al Qur'an. Tidaklah engkau membaca Al Qur'an : Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) sungguh diatas perangai yang luhur.''

Diriwayatkan oleh Ibnul Munzir, Ibnu Mardawaih dan Al Baihaqi dari sahabat Abud Dardaa' r.a., ia berkata : ''Siti 'Aisyah r.a. pernah ditanya tentang perangai Rasulullah s.a.w., lalu ia berkata :

''Kaana khuluquhul qur an, Yar dha liri dhahu wa yaskhatu lisakhatihi.''

''Adalah perangai beliau itu Al Qur'an. Beliau suka karena sukanya(Al Qur'an), dan beliau benci karena bencinya (Al Qur'an).''

Yakni : Yang disukai oleh Nabi Muhammad itu apa yang disukai oleh Al Qur'an dan apa yang dibenci oleh beliau itu, apa yang dibenci oleh Al Qur'an.

Dan Nabi pernah menegaskan dalam sabdanya :

''Innama bu'itstu liu tammama makaarima akhlaqi.''

''Sesungguhnya tidak lain aku diutus melainkan untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti.'' (H.R. Ibnu Sa'ad, Al-Hakim dan Al Baihaqi dari s. Abi Hurairah r.a.)

Dan juga Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda :

''Innallaha ta'ala yuhibbu ma'aaliya akhlaqi wayabghadhu safsaa fahaa.''

''Bahwasanya ALLAH Ta'ala itu menyukai ketinggian perangai dan membenci kerendahannya''. (H.R: Al Baihaqi dari sahabat Sahal bin Sa'ad).

Sekarang, bagaimanakah riwayat kebagusan peranagi dan keluhuran budi pekerti Nabi Muhammad s.a.w.?

Tentang ini dapat kami kutipkan dari beberapa puluh riwayat yang pernah dikatakan oleh para sahabat yang selalu bergaul rapat dengan pribadi beliau, di antaranya yang akan kami postkan diwaktu mendatang satu persatu budi pekerti Nabi Muhammad s.a.w.

Wednesday, December 7, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Akibat dan bahaya bagi kaum Muslimin yang tidak berjihad

Nabi Muhammad s.a.w., pernah bersabda :

''Idztaraktumul jihaada sallathallah 'alaikum dzullayanzi'uhu hatta tarji'u ilaa dinikum''
''Apabila kamu meninggalkan jihad, ALLAH pasti menurunkan atas kamu kehinaan, ALLAH tidak mencabutnya sehingga kamu kembali kepada agamamu''
(Hadts riwayat Abu Dawud dan lainnya dari Ibnu 'Umar r.a.)


''Man maata walam yaghzu wa lam yuhaddats bihi nafsah mataa 'alaa syughbati minnafaaq''
''Barang siapa mati, padahal ia belum pernah berperang, dan tidak pernah bercita-cita pada dirinya akan berperang, ia mati di atas sati cabang dari nifaq.''
(Hadits riwayat Muslim, Abi Dawud dan Nasa'i dari Abi Hurairah r.a.)


''Man laqiyallah bighairi atsari min jihaadin laqiyallaha wa fiihi tsulmatun.''
''Barang siapa yang menghadap kepada ALLAH dengan tidak ada bekas dari Jihad, ia bertemu kepada ALLAH dan padanya sumbing.''
(Hadits Riwayat Trumudzy dan Ibnu Majah dari Hurairah r.a.)


''Maa taraka qaumul jihaada illa 'ammahumullahu bil'adzabi.''
''Tidak meninggalkan suatu kaum akam jihad, melainkan ALLAH pasti meratakan 'adzab kepada mereka.''
(hadits Riwayat Ath Thabarany dari s. Abu Bakar r.a.)


Dengan empat riwayat ini jelas, bahwa orang yang meninggalkan perintah jihad, tidak pernah jihad membela aga,a ALLAH untuk meninggikan kalimah-Nya, ia akan menerima akibat dan bahayanya. Di dunia ini ia akan memperoleh kehinaan dan kerendahan serta adzab dari ALLAH, dan di akherat kelak ia akan kelihatan kekurangan agamanya, karena ia ketika mati dalam suatu cabang dari pada cabang nifaq(munafiq)


Berhubung dengan hadits-hadits sebagai yang tersebut diatas dan lain-lainnya yang tidak kami sebutkan disini, maka dapatlah diambil kesimpulan, bahwa hukum wajib berjihad untuk menegakkan agama ALLAH dan meninggikan Kalimah-Nya itu tetap berlaku di sepanjang masa dan disegala tempat. Terkecuali jika sudah tidak ada lagi orang kafir, orang musyrik dan sebagainya yang suka merintangi Islam, menghalang-halangi tersiarnya Islam dan mengganggu kaum Muslimin dalam mengerjakan agamanya.

Dalam pada itu, tiap-tiap orang Islam wajib mengingat pula kepentingan dan kebesaran berjihad. Karena Nabi Muhammad s.a.w., sendiri pernah bersabda :

''ALLAH telah menetapkan bagi barang siapa yang keluar dalam Jalan-Nya(agama-Nya), ia tidak keluar melainkan karena iman kepada-Ku dan membenarkan kepada utusan-KU, bahwa ia akan AKU kembalikan(pulangkan) dengan apa yang ia peroleh daripada pahala atau jarahan atau Aku masukkannya ke Surga. Dan andai kata saja tidak menguatirkan akan memberatkan atas ummat saja, niscaya saya tidak akan duduk di belakang barisan bala tentara yang berperang. Dan sungguh saya senantiasa berharap-harap bahwa saya supaya dibunuh di dalam peperangan membela jalan ALLAH, kemudian saya dihidupkan, kemudian dibunuh, kemudian dihidupkan lagi, kemudian dibunuh lagi.''
(Hadits riwayat Bukhary, Muslim dan lain-lainnya dari sahabat Abi Hurairah r.a.)


Hadits ini jelas antara lain mengandung keterangan, bahwa orang yang keluar (pergi) dari rumahnya atau negerinya untuk berperang membela agama ALLAH, yang keluarnya lantaran dari imannya kepada ALLAH dan kepercayaanya kepada utusan-Nya, ALLAH telah menetapkan bahwa ia akan di pulangkan oleh-Nya dengan membawa apa yang diperolhnya dalam peperangan, yaitu dari pahala atau jarahan dan kalau tewas akan di masukkan-Nya kedalam Surga. Atau dengan perkataan lain : jika kembali dalam keadaan hidup, ia membawa ghanimah; dan jika ia gugur dalam peperangan' ia akan memperoleh Jannah.


Orang yang suka memeperhatikan bunyi hadits ini tentu mengerti, bahwa berjihad membela agama ALLAH, karena iman kepada-Nya dan karena kepercayaan kepada RasulNya, itu mengandung kepentingan yang besar.


Selantjutnya harus diperhatikan pula oleh tiap-tiap orang yang telah mengaku Muslim, bahwa andai kata berjihad itu tidak mengandung kepentingan yang besar bagi kaum Muslimin, maka sudah barang tentu tidak diperintahkan oleh ALLAH sampai berpuluh ayat di dalam kitab-Nya, dan sudah barang tentu tidak akan dijelaskan oleh Nabi Muhammad s.a.w sampai beberapa ratus hadits dan pernah juga di contohkan oleh beliau sampai beberapa kali perang.

Monday, December 5, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Puasa Hari Asyura dan Pahalanya Bulan Muharram

Saudaraku, sekarang kita berada di bulan Muharram, pada awal tahun baru hijriyah. Berdasarkan dalam beberapa hadis, terdapat anjuran daripada Rasulullah SAW kepada umat Islam untuk berpuasa pada tanggal sepuluh bulan Muharram. Tanggal sepuluh bulan Muharram biasa disebut dengan Hari ’Aasyuura (Hari kesepuluh bulan Muharram).
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari ’Asyuura. Lalu beliau bertanya mengapa mereka berpuasa pada hari itu. Mereka pun menjelaskan bahawa hal itu untuk memperingati hari dimana Allah SWT telah menolong Nabi Musa as bersama kaumnya dari kejaran Firaun dan bala tenteranya. Bahkan pada hari itu pula Allah telah menenggelamkan Firaun disebabkan kezalimannya terhadap Bani Israil. Mendengar penjelasan itu, maka Nabi SAW pun menyatakan bahawa ummat Islam jauh lebih berhak daripada kaum Yahudi dalam mensyukuri pertolongan Allah kepada Nabi Musa as. Setelah itu, baginda pun menganjurkan kepada kaum muslimin agar berpuasa pada hari ’Asyuura.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ
الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ
فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَه
وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا
فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Sesungguhnya Rasulullah SAW tiba di Madinah dan mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura.Maka Rasulullah SAW bersabda: “Hari apakah ini sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka (kaum Yahudi) menjawab: ”Ini adalah hari agung dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Firaun beserta kaumnya, lalu Musa berpuasa pada hari itu sebagai ungkapan syukur sehingga kami pun berpuasa.” Maka Rasulullah SAW bersabda: ”Kami (kaum Muslimin) lebih berhak atas Musa daripada kalian (kaum Yahudi). Maka Rasulullah SAW pun berpuasa dan menyuruh (kaum muslimin) berpuasa.” (HR Muslim)
Bahkan digambarkan di dalam hadis lainnya bahawa Nabi SAW sangat mengutamakan puasa pada hari ke sepuluh bulan Muharram tersebut. Ibnu Abbas meriwayatkan kesaksiannya sebagai berikut:
سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَسُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ
فَقَالَ مَا عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَامَ يَوْمًا يَطْلُبُ فَضْلَهُ عَلَى الْأَيَّامِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ
وَلَا شَهْرًا إِلَّا هَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي رَمَضَانَ
Ibnu Abbas berkata: “Aku tidak tahu Nabi SAW menitikberatkan puasa satu hari yang lebih diutamakannya ke atas yang lainnya selain hari ini (Hari ’Asyuura) dan bulan ini, yakni bulan Ramadhan.” ( HR Bukhary dan Muslim)
Lalu apakah fadhillah (keutamaan) berpuasa pada hari ’Asyuura ini? Nabi Muhammad SAW berdoa agar sesiapa yang berpuasa ’Asyuura, agar Allah mengampuni dosanya selama satu tahun yang telah berlalu.
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Rasulullah SAW bersabda: ”Puasa hari ‘Asyura, aku memohon kepada Allah agar menjadikannya sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR Muslim)
Ini bererti, puasa Muharram (‘Asyura) sangat bermanfaat bagi sesiapa pun. Ini kerana kita sebagai manusia tidak pernah lepas daripada melakukan kesalahan dan dosa. Dan sudah barang tentulah bagi setiap orang yang bertaqwa, sangat gemar untuk memperolehi keampunan daripada Allah SWT, seterusnya ingin meraih syurga yang luasnya adalah seluas langit dan bumi.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ
عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan daripada Rabbmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langitdan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (TMQ Ali Imran ayat 133)
Untuk tahun ini jika tanggal satu Muharram 1432 Hijriyyah jatuh pada hari Selasa 7 Disember 2010, bererti hari ’Asyuura insya Allah bertepatan dengan hari Khamis bersamaan 16 Disember 2010. Semoga Allah memberi izin dan kekuatan, serta memberkahi kita semua untuk melaksanakan puasa ’Asyura pada tahun ini. Amin ya Rabb.
Namun demikian, perlu diingat bahawa sekuat mana pun anjuran Nabi SAW akan keutamaan puasa ’Asyuura, hukumnya tetap sunnah. Maksudnya ia tidak wajib dikerjakan. Berkenaan hal itu, Rasulullah SAW bersabda:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ
إِنَّ هَذَا يَوْمٌ كَانَ يَصُومُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ
فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ
وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَا يَصُومُهُ إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ صِيَامَهُ
Abdullah bin Umar mendengar Rasulullah SAW bersabda mengenai hari ‘Asyura: “ Ini merupakan hari dimana kaum jahiliyyah biasa berpuasa. Maka barangsiapa yang suka silakan berpuasa. Dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya, maka tinggalkanlah.” Dan Abdullah tidak berpuasa (pada hari ‘Asyura) kecuali jika Nabi SAW berpuasa". (HR Muslim)

Sunday, December 4, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Hukum Wajib Berjihad bagi kaum Muslimin tetap berlaku di sepanjang masa

Sekalipun bagaimana keluasan arti ''jihad'' sepanjang pimpinan Islam(Qur'an dan Sunnah), namun hukum wajib berjihad bagi kaum Muslimin tetap berlaku di sepanjang masa dan dimana tempat ; karena tidak di dapat satu keteranganpun baik dari Al-Qur-an maupun dari hadits shahih yang menunjukkan bahwa hukum jihad telah di hapuskan.


Mengapa demikian? Karena orang-orang kafir, orang-orang Musyrik dan orang-orang yang merintangi/mengganggu tersiarnya da'wah Islamiyah tetap ada dan selalu berusaha akan memusnahkan ruh Islam dan memadamkan cahaya Islam dari muka bumi ini. Sedang sejak perintah jihad diturunkan kepada kaum Muslimin, adalah untuk memelihara keamanan dakwah Islamiyah, untuk mempertahankan kebenaran Islam dan untuk menjaga ketegakan hukum ALLAH dimuka bumi. Disamping itu, kewajiban berjihad itu mengandung pimpinan untuk menguji orang-orang yang telah mengaku beriman kepada Allah, agar dapat diketahui mana orang yang beriman dengan sebenarnya dan mana orang yang beriman pada bibirnya saja.


Diantara ayat firman ALLAH yang menunjukkan bahwa berjihad untuk memerangi orang kafir, orang musyrik dan sebagainya itu wajib, ialah ayat yang berbunyi seperti di bawah ini :

''Kutiba 'alaikumul qitalu wahuwa kurhulakum wa'asa antakrahuu syaian wahuwa khairun lakum wa'asa antuhibuu syaian wahuwa syarrun lakum wallahu ya'lamu wa antum laa ta'lamuun''


''Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi(pula)kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu ; ALLAH mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.''(Al Qur-an surat Al Baqarah ayat 216) menurut keterangan para ahli tafsir yang terkemuka ; inilah yang mula-mula sekali diturunkan buat mewajibkan kepada kaum Muslimin supaya berperang, yaitu pada tahun ke II dari Hijrah Nabi Muhammad s.a.w. di Madinah.

Dalam ayat ini jelas menunjukkan, bahwa berperang itu diwajibkan kepada kaum Muslimin, padahal berperang itu diwajibkan kepada kaum Muslimin, padahal berperang itu suatu kebencian atau sesuatu yang dibenci oleh kebanyakan orang. Tetapi sesuatu yang dibenci oleh manusia itu barangkali menjadi suatu kebaikan bagi mereka ; dan sesutau yang dicintai atau disukai oleh manusia barangkali menjadi satu kejelekkan bagi mereka. Demikianlah, maka tidaklah seharusnya kaum Muslimin membenci akan perintah kewajiban berperang itu, karena ALLAH yang mengetahui akan perintah kewajiban berperang itu, dan mereka tidak mengetahuinya.


Diantara hadits sabda Nabi Muhammad s.a.w., yang mengandung pimpinan supaya kaum Muslimin berani berperang untuk mempertahankan kehormatan agama ALLAH, untuk meninggikan Kalimah-Nya dan untuk menegakkan hukum-hukum-Nya adalah sebagai berikut ;

''Man qaatala litakuuna kalimatullah hiyal 'ulyaa fahuwa fii sabiilillah''

''Barangsiapa berperang dengan tujuan supaya adalah Kalimat ALLAH yang tertinggi, maka ia itu berperang di jalan ALLAH.''
(Hadits Riwayat Al Bukhari, Muslim dan lain-lainnya dari sahabat Abi Musa r.a.)


Dalam hadits ini jelas menunjukkan ''berperang dengan tujuan agar Kalimah ALLAH yang tertinggi''. Tegasnya : Agar agama ALLAH tidak akan ada yang merintangi dan hukum ALLAH tidak akan ada yang berani mengganggu-gugat lagi. Selanjutnya dalam hadts itu telah jelas dapat di mengerti , bahwa orang yang berperang dengan tujuan yang selain dari yang tersebut, tidaklah dapat dikatakan berperang di jalan ALLAH.

Diriwayatkan, bahwa pada suatu hari ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w., :'' Ya Rasulullah, seorang hendak berjihad, padahal ia berkehendak mendapat apa-apa dari perkara dunia? Maka beliau bersabda :

''Laa ajralahu''
''Tidak ada pahala baginya''

Orang banyak demi mendengar dari orang lelaki tadi tentang sabda Nabi yang sedemikian itu lalu bertanya kepadanya : '' Cobalah kamu kembali kepada Rasulullah, karena barangkali kamu kurang mengerti tentang sabda beliau.'' Orang lelaki tadi lalu datang lagi kepada Nabi Muhammad dan bertanya : ''Ya Rasulullah, bagaimana seorang lelaki yang berkehendak jihad di jalan ALLAH, padahal ia mencari apa-apa yang berkenan dengan urusan keduniaan?'' Beliau bersabda :

''Laa ajralahu''
''Tidak ada pahala baginya''

Demikianlah sampai ketiga kali ia bertanya kepada Nabi sebagai yang tersebut itu, dan Nabi bersabda :

''Laa ajralahu''
''Tidak ada pahala baginya''

(Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daaud, Ibnu Hibban dan Al Haakim dari sahabat Abi Hurairah r.a.).


Dengan riwayat ini cukup jelas bahwa orang berjihad - memerangi para lawan Islam itu harus disertai ikhlas karena membela dan memuliakan agama ALLAH semata-mata.

Friday, December 2, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Jenis Peperangan dan Jumlahnya serta tertibnya

Oleh para ulama ahli tarikh Islam, telah diriwayatkan dalam kitab-kitab tarikh mereka yang besar-besar, bahwa peperangan-peperangan yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad s.a.w itu ada dua macam, yaitu
1. Sariyyah,
2. Ghazwah.


Adapun yang dinamakan ''Sariyyah'' itu ialah peperangan yang dilakukan oleh pasukan balatentara Islam yaang dikirim oleh Nabi Muhammad s.a.w, jadi peperangan yang didalamnya Nabi tidak turut serta. Sariyyah ini pada masa itu terjadi sampai 35 kali.


Adapun yang disebut ''Ghazwah'' itu ialah peperangan yang dikunjungi oleh Nabi Muhammad s.a.w., baik beliau ikut berperang atau tidak, Ghazwah pada masa itu terjadi 27 kali. Dari sekian banyak Ghazwah ini, Nabi Muhammad turut berperang dan mengepalai dalam Ghazwah hanya 9 kali.


Adapun tertibnya 27 Ghazwah itu adalah sebagai berikut :
1. Waddan, 2. Bu'ats, 3. 'Usyairah, 4. Badr al-ula, 5. Badr al-kubra, 6. Bani Salim, 7. Sawiq, 8. Ghatafan, 9. Buhran, 10. Uhud, 11. Hamraul Saad, 12. Bani Nadhir, 13. Dzatur Riqa, 14. Badr al-khirah, 15. Daumatul-Jandal, 16. Khandaq, 17. Bani Quraidhah, 18. Bani Lahyan, 19. Dzu Qarad, 20. Bani Mushthaliq, 21. Hudaibiyyah, 22. Khaibar, 23. 'Umratul Qadha, 24. Fat-hu Makkah, 25. Hunain, 26. Thaif, 27. Tabuk.


Adaapun ghazwah-ghazwah yang dikepalai oleh Nabi Muhammad s.a.w., ialah ;
1. Badr al-kubra, 2. Uhud, 3. Khandaq, 4. Banu Quraidhah, 5. Banu Mushthaliq, 6. Khaibar, 7. Fat-hu Makkah, 8. Hunain, 9. Thaif.


Demikianlah menurut Imam Ibnu Hisyam di dalam kitab Sirahnya dan Imam Al Halaby di dalam kitab Sirahnya jua.


Dengan singkat kami terangkan bahwa menurut riwayat yang sesungguhnya ; Nabi serta kaum Muslimin memerangi kaum Musyrikin dan Kafirin sampai berpuluh kali itu bukaa bersifat menyerang melainkan bersifat mempertahankan. Karena ;

Pertama, kaum Musyrikin Quraisy telah lama memusuhi Islam dan kaum Muslimin dan selanjutnya hendak lebih dulu menyerang kaum Muslimin,


Kedua, kaum Yahudi di Madinah senantiasa merintangi dan mengganggu kaum Muslimin dalam mengerjakan agamanya, kemudian hendak lebih dulu mengepung dan menyerang kaum Muslimin,


Ketiga, kaum Musyrikin dari selain bangsa Quraisy lambat laun hendak pula memerangi Nabi Muhammad s.a.w. dan kaum Muslimin, menyokong/mendukung kaum Musyrikin Quraisy,


Keempat, golongan-golongan lainnya, jika nyata-nyata hendak memusuhi Islam dan menyerang kaum Muslimin, maka kaum Muslimin diperintahkan oleh ALLAH supaya melawan mereka, sehingga mereka tunduk kepada Islam dan kaum Muslimin.


Demikianlah keterangan singkat tentang sebab-sebab kaum Muslimin diperintahkan oleh Allah supaya memerangi kaum Musyrikin, Kafirin, Munafiqin dan lain sebagainya.

Sebagai pengunci uraian tersebut, dibawah ini kami kutipkan sedikit daripada pandangan Al Ustadz Muhammad Ahmad Al 'Adawy yaang dituliskan dalam salah satu kitab karangannya ''Da'watur Rasul'' yang artinya kurang lebih seperti di bawah ini :

''Demi sesungguhnya kalau engkau perhatikan benar-benar apa yang di qishahkan oleh ALLAH tentang sebab-sebab perang dalam Islam, niscaya engkau mengetahui bahwa peraang itu tidaklah disyariatkan oleh Islam karena menyukai pertumpahan darah, meruntuhkan rumah tangga atau meyatimkan anak-anak, melainkan disyariatkan dengan pengetahuan ALLAH meskipun dalam peperangan itu mendatangkan bahaya, namun disyariatkan juga karena untuk menolak yang lebih keras dan lebih besar.


''Selanjutnya beliau menulis yang artinya : Jika sekiranya ALLAH tidak membolehkan kepada manusia menolak kejahatan dengan kejahatan dan permusuhan dengan permusuhan, niscaya tidak akan tetap tegak ''haq''(kebenaran) diatas bumi ini, dan tentu tidak akan disembah Dia(ALLAH) dengan semacam dari segala macam ibadat.''


Uraian dan Pandangan beliau itu adalah sesuai dengan falsafat Ali bib Abi Thalib r.a., yang berarti :''Kembalikanlah olehmu akan batu itu dari mana ia datang ; sesungguhnya kejahatan itu tidak akan dapat ditolak, melainkan dengan kejahatan pula.''

Monday, November 28, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Persiapan Nabi Muhammad dan kaum Muslimin untuk mempertahankan Islam

Sebelum mereka (Kafirin dan Musyrikin)memerangi kaum Muslimin, Allah telah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad s.a.w


''Telah diizinkan(berperang), bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.''


''(yaitu)orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali mereka berkata: ''Tuhan kami hanyalah ALLAH''. Dan sekiranya Allah tiada menolak(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulan telah dirobohkan biara-biara nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa''.


''(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.''

Sumber : Al-Qur-an surat Al-Hajj ayat 39-41

Dengan singkat ayat-ayat itu berarti demikian : karena kaum Muslimin sudah berapa lama dianiaya, diperlakukan sewenang-wenang dan telah diusir dari tanah air mereka yang mereka cintai, hanya disebabkan karena mereka berkata :''Bahwa Tuhan yang sesungguhnya ialah Allah,'' maka diperkenankan mereka itu melawan(berperang), orang-orang yang berbuat sewenang-wenang itu. Tuhan berkuasa memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin yang teraniaya itu. Karena jika Allah tidak menolak atau menahan serangan mereka yang menganiaya itu, niscaya tentulah dihancurkan oleh mereka itu semua tempat peribadatan pendeta-pedeta Yahudi dan Nasrani, maupun tempat peribadatan kaum Muslimin. Adapun Allah tentu dan pasti memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin yang sungguh-sungguh menolong atau membela agama Allah, sekalaipun banyaknya kaum Muslimin itu sedikit. Karena Allah itu Maha Kuat lagi Maha Menang. Demikian, karena jika kaum Muslimin itu tetap berdiam disuatu negeri, mereka itu dapat bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah kepada Allah seperti mendirikan shalat, menegeluarkan zakat, memerintahkan semua perbuatan yang baik dan mencegah semua perbuatan yang jahat.


Jadi, pada masa itu kaum Muslimin belum seberapa kekuatannya kalau dibandingkan dengan kekuatan fihak musuh-musuh Islam yang terdiri dari tiga golongan tersebut, Allah sendirilah yang akan memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin dengan sepenuh-penuhnya, agar kemenangan jatuh ditangan kaum Muslimin.


Selanjutnya tatkala itu Allah menurunkan pula wahyu kepada nabi s.a.w yang bunyinya :


''Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,(tetapi) janganlah kamu melampui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas''


''Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah telah mengusir kamu(Mekah); dan Fitnah(1) itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali mereka memerangi kamu ditempat itu. Jika mereka memerangi kamu (ditempat itu) maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir''.


(1)Fitnah(menimbulkan kekacuan), seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya, serta merampas harta mereka dan menyakiti atau menggannggu kebebasan mereka beragama.


''Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang''.


''Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan(sehingga) agama itu hanya semata-mata untuk Allah. Jikalau mereka(berhenti memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.''

Sumber : Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 190-193


Dengan singkat ayat-ayat itu berarti demikian :


Kaum Muslimin diperintahkan oleh Allah supaya memerangi yang memerangi mereka, tetapi di dalam peperangan iitu kaum Muslimin tidak diperkenankan melampui batas. Yaitu tidak diperkenankan membunuh orang-orang yang lemah seperti orang-orang tua, orang-orqng perempuan, orang-orang yang sedang sakit dan orang-orang yang tidak turut berperang serta orang-orang yang menyerah, dan tidak pula diperkenankan merusakkan rumah-rumah, binatang, pohon-pohon dan sebagainya.

Kemudian apabila terjadi peperangan antara kaum Muslimin dan kaum Kafirin dan kaum Musyrikin maka dimana sja kaum Muslimin bertemu dengan mereka supaya membunuhnya, dan diperintahkan juga kaum Muslimin mengusir mereka dari tempat yang mereka pernah telah mengusir kaum Muslimin, karena gangguan, rintangan dan halangan itu lebih berbahaya dan lebih menguatirkan bagi Islam dan kaum Muslimin daripada adanya pembunuhan dalam peperangan.

Seterusnya kaum Muslimin tidak diperkenankan memerangi kaum Kafirin dan kaum Musyrikin di dekat Masjidil Haram di Mekkah, kecuali jika mereka memerangi kaum Muslimin ditempat tersebut, maka barulah kaum Muslimin diperkenankan memerangi mereka itu di tempat itu.

Adapun jika kaum Kafirin dan Musyrikin meghentikan perbuatan mereka, lalu mengikut Islam dengan sesungguhnya, maka Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Kaum Muslimin diperintahkan memerangi kaum penghalang dan pengganggu Islam sehingga tidak ada lagi haalangan dan gangguan pada kaum Muslimin dalam mengerjakan agamanya, yang demikian itu dengan tujuan agar supaya kaum Muslimin dalam mengerjakan agamanya tulus ikhlas karena Allah semata-mata, tidak lagi khawatir dirintangi, dihalangi dan di ganggu dalam berbakti kepada Allah, menyiarkan agamanya kepada segenap manusia.


Adapun jika kaum Kafirin dan kaum Musyrikin berhenti dari perbuatannya memusuhi Islam dan kaum Muslimin, maka kaum Muslimin tidak di perkenankan memulai menimbulkan permusuhan dan peperangan dengan mereka, kecuali terhadap siapa saja diantara mereka yang lebih dulu berbuat dzalim (aniaya) terhadap kaum Muslimin.


Dengan ayat tersebut jelaslah pula kaum Muslimin diperintahkan memerangi kaum-kaum Kafirin dan atau Musyrikin itu karena mereka lebih dulu memerangi kaum Muslimin, jika mereka itu tidak menyerang lebih dulu terhadap kaum Muslimin, kaum Muslimin tidak diperkenankan menyerang mereka.


Dengan ini pula, siapakah kiranya yang masih hendak menuduh, bahwa Islam tersiarnya dengan pedang terhunus?

Friday, November 18, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Maksud dan Tujuan Islam Memerintah Jihad

Benar bahwa di dalam Islam ada perintah kepada kaum Muslimin supaya berjihad fi sabilillah, tetapi jihad itu bukan untuk memaksa manusia supaya memeluk islam, dan bukan pula untuk melebarkan daerah kekuasaan Islam, akan tetapi semata-mata untuk mempertahankan diri, melindungi umat Islam dalam mengerjakan agamanya, dan untuk melawan dan menahan serangan musuh yang nyata-nyat hendak membunuh cahaya Islam dana semangat Al-Qur-an


Coba pikirkan lebih jauh, betapa akibatnya memaksa orang lain dengan senjata supaya ia memeluk suatu agama. Sedangkan agama itu suatu kepercayaan yang timbul dari perasaan yang haalus lagi suci. Jika seseorang mengikut suatu agama adalah karena dipaksa, baik pakasaan secara halus atau secara kasar, niscaya caranya mengikut dan tunduk itu adalah tidak tulus ikhlas dana sukarela, sehingga sudah baraang tentu ia tidak akan rela mengorbankan dirinya untuk agama yang dipeluknya, dan jika sewaktu-waktu menghadapi suatu ancaman, rintangan atau halangan yang membahayakan dirinya dan jiwanya, besar kemungkinan ia akan melepaskan diri dari agama yang diikutnya.


Padahal buku-buku sejarah membuktikan bahwa orang-orang mengikut seruan Nabi Muhammad s.a.w atau memeluk Islam pada masa itu, baik yang kaya maupun yang baik yang mulia maupun yang hina dina, mereka itu diperlakukan dengan sewenang-wenang, disiksa dan bahkan ada juga yang dibunuh oleh orang-orang yang tidak sudi mengikut Islam.(Bisa diperiksa di riwayat buku-buku tarikh yang besar). Denga demikian jelaslah bahwa maksud itu bukanlah sekali-kali untuk memaksa orang supaya memeluk Islam.


Pendek kata, barang siapa bermaksud dan suka membaca dan memeriksa riwayat-riwayat Islam sesungguhnya, riwayat perjuangan Nabi Muhammad s.a.w. buku-buku riwayat yang disusun oleh orang-orang yang mengabdi kepada kebenaran(tidaklah menghamba pada harta-benda), kemudian riwayat-riwayat turunnya wahyu ALLAH yang memerintahkan berjihad kepada Nabi Muhammad s.a.w, pada masa itu disertai kejujuran dan pikiran yang sehat, amak akan tahulah ia dengan sebenar-benarnya maksud Islam yang sesungguhnya dalam memerintahkan berjihad atau berperang kepada Nabi Muhammad s.a.w, dan kaum Muslimin mengalami bermacam-macam rintangan dan ancaman, berbagai-bagai siksaan dan penganiayaan, dan berupa-rupa penderitaan, yang dilakukan oleh kaum Musyrikin dan Kafirin, sampai mereka memutuskan hendak menewaskan jiwa Nabi Muhammad s.a.w tetapi beliau masih tetap diperintahkan tetap untuk bersabar oleh ALLAH s.w.t. dengan Firmannya :

''Faashbir kamaa shabara uulul 'azmi minar rusuli walaa tasta' jil lahum''

'' Maka Bersabarlah engkau(Muhammad), sebagaimana kesabaran mereka yang memiliki ketabahan dari pesuruh-pesuruh ALLAH dan janganlah engkau terburu-buru memintakan siksa untuk mereka.'' (Al-Qur'an surat Al-Ahqaf ayat 35)


Demikianlah salah satu dari firman-firmana ALLAH yang diturnkan kepada Nabi Muhammad s.a.w, pada masa itu, dan selanjutnya beliaupun memerintahkan pula kepada para pengikutnya supaya bersabar juga, sebagaimana sabdanya yang tersebut dalam Post yang lalu.


Kemudian setelah Nabi Muhammad s.a.w, dengan sebagian banyak dari kaum Muslimin berhijrah kemadinah, dan belum beberapa lama beliau berdiam disana, dengan tidak disangka musuh-musuh Islam bertambaha besar. Kalau mula-mula Islam menghadapi satu golongan musuh, kemudian menghadapi dua golongan musuh. Pada waktu itu yang menjadi musuh-musuh Islam ialah kaum Yahudi di Madinah dan kaum Munafiqin. Cara kaum Yahudi memusuhi Islam adalah kasar, sedang cara kaum Munafiqin adalah halus. Yakni : kaum Yahudi dengan terang-terangan, dan kaum Munafiqin dengan diam-diam.

Diatas telah kami terangkan bahwa antara kaum Yahudi di Madinah dan kaum Muslimin oleh Nabi Muhammad telah diadakan perjanjian tidak saling mengganggu dan sebagainya. Tetapi ternyata perjanjian itu tidak di indahkan oleh kaum Yahudi. Bahkan kebanyakan dari pemimpin dan kepala kaum Yahudi selalu mengusik, merendahkan, menghinakan, mengejek-ejek dan sebagainya terhadap Islam dan Nabi Muhammad s.a.w serta kaum Muslimin. Adapun kaum Munafiqin, pada lahirnya mereka bersikap sebagai kawan kaum Muslimin. Karena itu pada hakekatnya mereka itu lebih berbahaya dari kaum Musyrikin dan Kaum Yahaudi. Karena mereka itu adalah sebagai pepatah kata : '' Musuh di dalam Selimut'' Oleh karena mereka itu telah nyata-nyat memusuhi Islam dan mengatur langkah-langkah hendak mengalahkan kaum Muslimin bersikap awas dana waspada terhadap sepak-sepak terjang mereka.


Kemudian dengan secara diam-diam kaum Yahudi di Madinah bermaian mata dengan kaum Musyrikin Quraisy di Mekah, musuh Islam yang pertama. Mereka kedua belah pihak saling mengadakan perjanjian dan persekutuan hendak meruntuhkan Islam yang sedang di gerakkan oleh Nabi Muhammad s.a.w dan hendak memadakamkan cahay Islam dan kaum Muslimin bertambah menjadi tiga golongan :
1. Kaum Musyrikin di Mekah,
2. Kaum Yahudi di Madinah,
3. Kaum Munafiqin di Madinah,
Kaum Munafiqin terdiri dari sebagian orang Yahudi di Madinah yang berpura-pura mengikut seruan Nabi Muhammad s.a.w dan bersikap kawan kepadaa kaum Muslimin. Tetapi dalam hati kecil-nya mereka itu adalah pembela kaum Yahudi dan lawan kaum Muslimin.


Setelah ketiga golongan itu saling mengadakan perjanjian dan persekutuan yang sekokoh-kokohnya, lalu mereka mempersiapkan perlengkapan senjata untuk menyerang kaum Muslimin dan diri Nabi Muhammad yang terutama, dengan jalan mengepung dan menyerbu kota Madinah dengan diam-diam untuk membinasakan kaum Muslimin beserta Nabinya.

Sunday, November 13, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Betulkah Islam tersiarnya dengan pedang?

Berhubung berkenaan dengan soal ''jihad'' terhadap Kafirin, Musyrikin dan Munafikin, maka perlulah soal jihad terhadap ketiga golongan tersebut kami jelaskan seperlunya. Dan pertanyaan yang tercantum diatas sebagai topik ini dapat dijawab dengan alasan-alasan dan bukti-bukti dalam kitab suci Al-Qur'an dan kitab hadits serta kitab tarikh yang boleh dipercaya.


Pertama-tama pertanyaan itu kami jawab dengan tegas : ''Tidak, sama sekali tidak!''


Dakwaaan atau tuduhan orang yang mengatakan : '' Bahwasanya Islam itu tersiarnya dengan pedang terhunus, atau lebih tegas dengan peperangan, itu adalah tuduhan yang membabi-buta dan atau dakwaan yang berasal dari oraang yang berasal dari orang yang tidak sudi mengenal kebenaran.


Dakwaan atau tuduhan semacam itu, mula-mula timbul atau berasaal dari orang-orang yang berniat memusuhi Islam dan dengki kepada Nabi umat Islam yaitu Nabi Muhaammad dan berniat hendak memadamkan cahaya Islam dan semangat Al-Qur'an. Akhirnya tuduhan itu terbit juga dari orang-orang yang sama sekali belum mengerti tentang seluk-beluk Islam yang sebenarnya. Bahkan pada masa akhir-akhir ini di seluruh dunia Islam penuh dengan suara dakwaan demikian dari fihak musuh-musuh Islam. Dakwaan atau tuduhan itu sudah tentu diterima dengan mentah-mentah dan dengan gembira oleh orang-orang yang telah menjadi 'abdul-fulus(hamba uang) dan atau 'Abdul-buthun(hamba perut). Karena jika mereka tidak mau menyokong tuduhan itu niscaya saku mereka akan kosong dan perut mereka akan keroncongan. Untuk menyangkal dakwaan tersebut, cukuplah mengetahui riwayat sebenarnya.


Harus diselidiki dan diperiksa, betapa perjuangan Nabi Muhammad dan kaum pengikutnya sejak hari terutusnya sampai hari hijrahnya ke Madinah, dan hingga saat beliau menerima wahyu yang memerintahkan berperang terhadap kaum-kaum Kafirin, Musyrikin dan Munafiqin?


Dan bagaimanakah riwayat kaum Quraisy dan lain-lainnya yang kemudian menjadi pengikut-pengikut beliau, betulkah mereka itu mengikut karena dipaksa oleh Nabi Muhammad s.a.w?


Selama kurang lebih 13 tahun lamanya Nabi Muhammad berdakwah di kota Mekah, dan dakwahnya atau seruannya itu ditujukan kepada keluarganya, kepada saudara-saudaranya, kepada kaum kerabatnya dan akhirnya kepada segenap manusia dari segala bangsa dan dari segala lapisan, sedangkan yang diserukan oleh Nabi Muhammad adalah perkara-perkara yang dapat difikirkan dengan fikiran yang sehat. Akan tetapi, selama itu siapakah yang lebih dahulu mencaci maki dengan perkataan-perkataan yang kotor, mencela dengan suara-suara yang keji, mendustakan dengan perkataan-perkataan yang penuh kesombongan, mengejek-ejek dengan suara-suara yang melampui batas kesopanan, melakukan perbuatan-perbuatan dan kekejaman-kekejaman yang benar-benar telah melampui batas-batas perikemanusiaan sehingga menewaskan jiwa orang-orang yang tidak bersalah?


Kitab-kitab tarikh yang besar-besar cukup menjadi saksi yang sebenarnya-benarnya, siapakah yang melakukan semua perbuatan tersebut, tidak lain dan tidak bukan ialah orang-orang yang membabi-buta, tidak akan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yaitu mereka kaum Musyrikin dan kaum Kafirin.


Sekalipun begitu, Nabi Muhammad selama itu berdakwah dengan cara yang baik dan lemah lembut, dan tetap suka bertukar pikiran dan bermusyawarah dengan cara-cara yang sewajarnya yang bersifat mencari dan menuntut kebenaran, dan tidaklah pernah beliau memaksa supaya memeluk Islam, baik secara paksaan yang halus maupun paksaan yang kasar, baik dengan uang maupun dengan pedang, sama sekali tidak pernah. Adapun orang-orang yang mengikut seruan beliau, mereka berbuat demikian itu adalah dengan tulus iklash, bukan karena dipaksa, tetapi karena hati kecil mereka terbuka untuk menerima dan mengikuti kebenaran. Akan tetapi mereka ini menghadapi bermacam-macam rintangan dan halangan, mengalami berbagai-bagai kekejaman dan penindasan, yang diperbuat oleh mereka yang tidak suka menerima kebenaran. Sehingga pada masa itu, diantara pengikut-pengikut Nabi Muhammad yang menghadapi bermacam-macam ancaman dan mengalami berbagai penganiayaan, dan karenanya mengadukan halnya kepada Nabi Muhammad s.a.w, namun masih juga mereka diberi peringatan oleh beliau dengan sabda :

''ishbiruu Fainlam umur bilqitaal''

''Sabarlah kamu sekalian! Karena sesungguhnya aku belum diperintah dengan berperang.''

Dengan uraian diatas jelaslah bahwa adanya peperangan yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad dan kaum Muslimin pada masa itu dan peperangan-peperangan lainnya di dalam Islam, sekali-kali bukanlah untuk memaksa kaum-kaum Musyrikin dan Kafirin untuk supaya mengikut Islam.


Bahkan didalam Islam sebenarnya tidak ada paksaan supaya orang memeluk Islam, dan terUtusnya Nabi Muhammad sekali-kali bukanlah diperintahkan untuk memaksa orang supaya memeluk Islam. Diutusnya Nabi Muhammad oleh ALLAH itu adalah supaya beliau berseru kepada manusia untuk menyembah ALLAH, dan menerangkan yang benar dan mana yang salah, memberikan contoh dengan kelakuan-kelakuan yang baik yang sesuai dengan asal kejadian manusia. Demikianlah sebagaimana telah dinyatakan oleh ALLAH dalam firman-firmannya kepada Nabi Muhammad yang diantara lain demikian :

''Laa ikrata fiddiini qad tabayyanar rusydu minnal ghayya''

''Tidak ada Paksaan di dalam agama, karena sesungguhnya telah nyata yang lurus dari yang bengkok''(Al-Qur'an Al Baqarah ayat 256)


''Fadzakir innamaa anta mudzakir. Lasta 'alaihim bimusaithirin.''

''Maka Hendaklah engkau(Muhammad) ingatkan, karena sesungguhnya engkau itu hanya seorang pemberi ingat. Bukanlah engkau itu seorang yang berkuasa memaksa atas mereka'' (Al Qur'an surat Al-Ghasyiyah ayat 21-22)


''Fain a'radhuu famaa arsalnaaka 'alaihim hafiidhan in 'alaika illal balagh ''

'' Maka jikalau mereka berpaling, tidaklah Kami(ALLAH) mengutus engkau(Muhammad) menjadi penjaga mereka. Tidak lain ats engkau melainkan bertugas menyampaikan.'' (Al-Qur-an surat As-Syura ayat 48)


Demikianlah ayat-ayat ALLAH tersebut dan lain-lainnya lagi yang serupa itu, yang termaktub dalam Al-Qur-an, masih dapat diketahui oleh siapa saja yang bermaksud menuntut kebenaran dan melemparkan kesesatan.

Friday, November 4, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Jihad Menurut Islam

Agar supaya bertambah jelas semua uraian atau keterangan tentang jihad, macamnya dan tingkatannya tersebut di muka, maka perlulah memberikan lagi penjelasan-penjelasan sekalipun dengan ringkas, dengan pandangan-pandangan dari ulama-ulama ahli tafsir dan ahli hadist yang terkenal di segenap penjuru dunia Islam.


Mula-mula ''Jihad fi sabilillah'' (berperangnya membela agama ALLAH) itu bagi tiap-tiap orang Islam berkewajiban mengerjakannya. Adapun yang dmaksudkan dengan ''berperang'' itu sudah tentu memerangi orang-orang yang menyekutukan Tuhan dan orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan terang-terangan memusuhi Tuhan.

Tetapi ketahuilah dan Camkanlah ! Orang-orang Islam tidak akan dapat memerangi mereka itu jika mereka sebelumnya belum atau tidak sungguh-sungguh telah memerangi ahli-ahli penganiaya pendurhaka, ahli-ahli kejahatan atau kemungkaran dan ahli-ahli bid'ah di dalam urusan agama Islam ; dan orang Islam tidak akan dapat memerangi golongan-golongan orang tersebut jika sebelumnya tidak atau belum sungguh-sungguh telah memerangi syaithan-syaithan yang selalu mengganggu, mengusik dan menggoda dirinya sewaktu hendak mengerjakan perintah-perintah ALLAH dan menjauhi dan mencegah larangan-larangan- Nya, dan orang Islam tidak akan dapat memerangi syaithan-syaithan itu jika sebelumnya mereka belum atau tidak sungguh-sungguh telah memerangi hawa nafsunya sendiri yang senantiasa merintangi dan menghalangi dirinya manakala hendak menuntut kebenaran.


Amat mustahil sekali seseorang atau suatu golongan dapat memerangi musuh yang datang dari luar jika musuh yang ada di dalam belum atau tidak diperangi dan dikalahkan lebih dulu. Karena musuh yang ada di dalam itu, lebih berbahaya, dan jika sudah dapat ditaklukan lebih dahulu, pasti akan menjadi penyokongnya dan bala tentaranya, dan baru sesudah itu musuh dari luar dapat di taklukan pula.


Orang takkan dapat memerangi atau melawan seruan syaithan, jika dirinya sendiri tidak atau belum ''mujahadah'' (bersungguh-sungguh melawan) terhadap keinginan-keinginan hawa nafsunya. Jadi nafsunya harus dikalahkannya atau ditaklukkannya supaya dirinya berani bersusah-payah mencurahkan segenap kekuatannya untuk menuntut kebenaran, kebenaran yang berdasarkan/bersandarkan atas kesucian, lalu ia harus rajin mengerjakannya, kemudian menyiarkannya kepada orang banyak. Sesudah demikian halnya, barulah ia dapat memerangi syaithan-syaithan, karena syaithan-syaithan itu bersungguh-sungguh hendak menyesatkan orang dari kebenaran, dari jalan yang benar. Jadi, seseorang dapat memerangi syaithan-syaithan itu jika dirinya lebih dulu telah dapat mengetahui dan membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang mengikut dan sesuai dengan kehandak Tuhan yang Rahman dan mana yang menurut kehendak syaithan. Baru dengan demikian syaithan-syaithan itu niscaya jatuh dengan dirinya.


Selanjutnya seseorang tidak akan dapat memerangi kepala-kepala pendurhaka dan penganiaya, pelopor-pelopor kejahatan dan kemungkaran, kepala-kepala ahli bid'ah dan pengubah agama ALLAH yang suci, jika sebelumnya ia tidak atau belum mengetahui mana yang jahat, mana yang kedurhakaan, mana perbuatan yang menyalahi agama ALLAH dan mana perbuatan-perbuatn bid'ah. Jadi seseorang dapat memerangi dan mengalahkan golongan-golongan itu, baik dengan tangan, maupun dengan lisan dan ataupun dengan hati, jika iad sudah dapat memerangi dan mengalahkan syaithan-syaithan, dan telah menjatuhkan musuh-musuh yang ada dalam dirinya, dan telah dapat membedakan mana yang bid'ah dan mana yang sunnah, mana yang jahat dan buruk dan mana yang baik, dapat mengetahui mana yang tersesat dan mana yang benar dan seterusnya.


Kemudian, orang Islam tidak akan dapat memerangi dan mengalahkan kaum-kaum Musyrikin, Kafirin dan sebagainya sewaktu-waktu mereka mengganggu dan menyerang kaum Muslimin dan agama Islam, jikalau di dalam kaum Muslimin sendiri masih penuh dengan perbuatan-perbuatan yang mungkar, perbuatan-perbuatan bid'ah, kelakuan-kelakuan yang keji dan jahat, penindasan-penindasan, penganiayaan-penganiayaan dan berbagai hal yang mendurhakakan. Maka dari itu, jika kaum Muslimin telah bersih sama sekali daripada kekotoran-kekotoran itu, sudah barang tentu mereka dengan mudah dan semudah-mudahnya dapat mengalahkan siapa saja yang mengganggu dan menyerang keamanan Islam dan ketertiban Muslimin.

Demikianlah singkatmya penjelasan tentang jihad yang diperintahkan oleh Islam kepada kaum Muslimin, dan yang demikian itulah jihad dijalankan dan dilaksanakan oleh Nabi Muhammad s.a.w, serta kaum Muslimin pada masa itu. Diantara kaum Muslimin yang hendak mengetahui lebih lanjut dan mengerti lebih luas tentang soal jihadsebagaimana diterangkan diatas, dapat mengetahuinya dalam kitab-kitab hadits yang mu'tabar, kitab-kitab tarikh yang besar, disana akan mereka dapati bukti-bukti, bagaimana cara Rasululloh dan kaum Muslimin pada masa itu dari berjihad terhadap hawa nafsu sampai berjihad terhadap orang-orang dan golongan-golongan yang memusuhi Islam dan kaum Muslimin.

Uraian tersebut diatas dirangkum dalam pandangan Imam Ibnul Qoyyim yang tersebut dalam kitab karyanya ''Zadul Ma'ad'' jilid II, dan ditambahkan uraian dari Yang Mulia Syekh Muhammad 'Abduh dalam kitab tafsirnya Al Manaar jilid 10.

Dan dibawah ini kami tambahkan uraian dari Syekh Thanthawy Jauhary, ahli filsafat Islam yang terkenal sejak masa akhir-akhir ini, uraian kami salinkan dengan singkat dari kitab karyanya ''Al-Qur-an wal 'ulumul 'ashriyyah''(Al-Qur-an dan Pengetahuan Modern)


Beliau berkata : '' Orang-orang yang kurang mengerti banyaklah yang menyangka bahwa jihad itu tidak lain melainkan memerangi orang kafir belaka. Sekali-kali tidak begitu! Sebagaimana 'ulama-'ulama ahli hukum agama yang benar-benar telah mengerti telah menetapkan, jihad itu tidaklah terbatas memerangi musuh belaka, tetapi mengandung arti, maksud dan tujuan seluas-luasnya. Memajukan pertukangan, kerajinan, pertanian, membangun negara, mengusahakan ketinggian budi pekerti, dan memuliakan dan meninggikan derajat suatu ummat, itu semuanya termasuk perbuatan ''Jihad'' juga, yang tidak kurang-kurang kepentingannya dan jasanya dari pada orang-orang yang mengangkat senjata kepada musuh.

Lebih lanjut beliau berkata : ''Sesungguhnya barisan bala tentara yang berhadap-hadapan dengan musuh, tidak akan kuat dan kuasa bertahan diatas kedudukannya, kecuali jika dibelakang, bala tentara itu ada pemerintahan yang teratur rapi, yang mempunyai pabrik-pabrik senjata selengkap-lengkapnya, mempunyai persediaan makanan yang secukup-cukupnya, untuk dikirimkan kemedan pertempuran. Maka dari itu, barang siapa menyangka kaum petani yang mengolah sawah ladangnya, yang berusaha mengeluarkan segala apa yang ada di dalam dunia, tukang-tukang besi dan pembuat-pembuat senjata dan alat-alat pengangkutan serta tukang-tukang kayu yang melengkapkan alat-alat itu, dan ahli-ahli pembuat makanan untuk persediaan makanan balatentara, itu lebih rendah dan lebih sedikit pahalanya di akherat daripada balatentara yang berjuang dan bertempur di medan pertempuran, maka ia adalah bodoh sebodoh-bodohnya tentang urusan agama dan tersesatlah pendapatnya, dan dia adalah seseorang dari pada orang-orang yang lalai tentang Islam yang sebenarnya. Padahal junjungan kita Nabi Muhmmad s.a.w. sendiri tatkala kembali dari slah satu peperangannya pernah bersabda :

''Kita telah kembali dari perang yang kecil ke perang yang besar, ialah perang terhadap nafsu''

Apakah itu bukan suatu petunjuk, hak kaum Muslimin, bahwa berperang terhadap hawa nafsu itu lebih tinggi derajatnya dari pada memerangi musuh(orang-orang kafir)?

Adapun berperang terhadap hawa nafsu ialah meninggalkan sifat dan kebiasaan malas, berusaha mengerjakan pembangunan-pembangunan, meninggikan derajat ummat, menjelajahi bumi untuk ilmu pengetahuan, mendidikkan ketinggian budi pekerti dan sebagainya. Maka dari itu, orang yang mendidik dirinya sendiri supaya baik dan benar ialah mujahid (orang yang berperang); berusaha menjalankan pembangunan-pembanguna itu berperang ; mengembara di muka bumi untuk mengetahui hal-hal yang berguna bagi kaum Muslimin, itu berperang ; dan orang alim yang pengetahuannya berguna bagi kaum Muslimin itupun berperang pula.''

Disamping uraian tersebut, baiklah dibawah ini dikutipkan salah satu riwayat dari Nabi Muhammad s.a.w. yang menunjukkan bahwa arti ''Jihad'' itu tidak hanya berperang untuk memerangi orang kafir atau musyrik.

''Dari Ka'ab bin Ujrah r.a. ia berkata : Telah berlalu seorang lelaki dihadapan Nabi Muhammad s.a.w. Lalu para sahabat Rasulullah melihat kekuatan dan ketangkasan orang itu, maka mereka berkata: ''Alangkah baik dan hebatnya jika orang ini berperang pada jalan Allah?'' maka Rasulullah bersabda,: ''Jika ia keluar berusaha untuk anaknya yang kecil-kecil, maka ia pada jalan ALLAH, dan apabila ia keluar berusaha untuk keperluan orang tua yang telah lanjut umurnya, maka ia pada jalan ALLAH, dan jika ia keluar berusaha untuk dirinya agar terpelihara kehormatannya, maka ia pada jalan ALLAH; dan jika ia keluar berusaha karena riya dan bermegah diri, maka ia pada jalan syaithan.'' (riwayat Ath-Thabarany dengan rijal shahih)

Dengan demikian bertambah jelaslah, bahwa arti jihad sepanjang pengetahuan Islam itu luas sekali.

Mohon Kesediaanya untuk menyebarluaskan ilmu ini, karena saya memuat post ini agar semua umat islam mengetahui sedikit dari pada pengetahuan Islam.
Semoga Allah mengganjarkan dangan pahala dan menaikkan derajat orang yang menyiarkan ilmu Allah ini kepada keluarga, kerabat dan sahabat serta kaum Muslimin.

Monday, October 31, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Jihad Terhadap Kaum Kafirin dan Musyrikin

Jihad yang keempat ini, ialah jihad terhadap orang-orang yang menyekutukan Tuhan (musyrikin) dan orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan (Kafirin), tiap-tiap orang Islam wajib mengerjakannya, dan orang-orang yang beriman dan yang telah mengerjakan dengan sempurna ketiga jihad seperti tersebut di muka.


Dan jihad ini di dalam Islam terbagi atas empat tingkatan.

Pertama, mengerjakan jihad itu dengan tangan atau anggota tubuh lainnya.

Kedua, jika tidak kuasa dengan tangan atau yang semisalnya, wajib mengerjakannya dengan lisan,

Ketiga, jika tidak kuasa pula dengan lisan, wajib mengerjakannya dengen harta benda atau serupa dengan harta benda, dan,

Keempat, jika tidak kuasa pula dengan harta benda, wajiblah mengerjakannya dengan hati.


Keterangan ini bersandar atas hadits sabda Nabi Muhammad s.a.w yang di antaranya :

Jaahidul musyrikiina bi amwalikum wa aidiikum wa alsinatikum

''berjihadlah kamu terhadap orang-orang Musyrik, dengan harta-bendamu dan tanganmu dan lisanmu''.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahamd, Abu Dawud dan sahabat Nasa'i dari Anas r.a.

Dan hadist itu dikuatkan oleh beberapa ayat firman ALLAH yang antara lain bunyinya :

''Wajaahiduu bi amwalikum wa anfusikum fii sabiilillah''

''Dan Berjihadlah kamu dengan harta-benda kamu dan jiwa kamu dalam membela jalan(agama) ALLAH.''(Al-QUR'AN surat At-Taubah ayat 41)

Ayat-ayat dan hadits-hadts seperti itu, adalah tidak sedikit terdapat dalam Al-Qur'an dan kitab-kitab hadist, dan saat ini tidak saya bahas semuanya.

Menurut Pimpinan Islam, kita tidak diperkenankan menjalankan perintah berjihad terhadap kaum musyrikin dan kaum kafirin itu, jika kita belum berseru atau mengajak kepada kedua golongan itu supaya mengikut islam dan beriman.

Maka bilamana sesudah mereka diberi seruan dan diajak demikian dengan diberi penjelasan-penjelasan sebagaimana mestinya mereka menolaknya dengan kekerasan dan merintangi seruan islam dan gerakan kaum Muslimin, maka barulah mereka(kedua golongan itu) wajib di perangi.


Keterangan ini bersandar atas hadits sabda Nabi Muhammad s.a.w yana diantaranya demikian.

''Laa tuqaatilhum hatta tad'uhum ilal islaam''

''Janganlah kamu memerangi mereka itu sehingga kamu - sudah - menyeru mereka kepada Islam.''

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Turmudzy, dari sahabat Farwah bin Musaik r.a.

''Maa qaatala rosulullah s.a.w qauman qaththuu illaa da 'ahum''

''Sekali-kali Rosulullah s.a.w tidak memerangi suatu kaum melainkan berseru(berdakwah)-Lah ia kepada mereka terlebih dahulu.''

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Hakim dari sahabat Ibnu 'Abbas r.a.

Kedua hadits itu cukuplah kiranya menjadi petunjuk dan memberi pimpinan, bahwa kaum Muslimin tidaklah diperkenankan memerangi kedua kaum atau golongan tersebut, kecuali sesudah berdakwah lebih dahulu kepada mereka.

Friday, October 21, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Tentang Jihad terhadap ahli menganiaya, ahli kejahatan dan ahli bid'ah

Jihad yang ketiga ini, jihad terhadap ahli menganiaya, ahli kejahatan dan ahli bid'ah, wajib pula dikerjakan oleh tiap-tiap orang islam, dan wajib juga dikerjakan oleh tiap-tiap orang yang telah beriman kepada ALLAH.


Artinya, seorang Islam atau yang telah beriman jika ia telah berjihad terhadap hawa nafsunya sendiri dan terhadap syaithan, wajiblah ia kemudian berjihad terhadap tiga golongan tersebut.

Dan jihad ini di dalam Islam ada terbagi atas tiga tingkatan.

Pertama, memerangi dengan tangan atau anggota tubuh lainnya.

Kedua, jika tidak kuasa memerangi dengan tangan, wajiblah memerangi dengan lisan dan atau yang semisalnya. Dan,

Ketiga, dan jika pun tidak kuasa pula memerangi dengan lisan, wajiblah memerangi dengan hati nurani, ini adalah bersandar kepada hadist Nabi Muhammad s.a.w. yang bunyinya ;


Maa min nabiyyu ba'atsahullahu fii ummatihi qablii. Illa kaanalahu hawaariyuun. Wa ashhaabun ya judzun bisunnatihi wayaqtaduuna biamrih. Wafiiri wayati yahtaduun bihadyihi wayastanuun bisunnatihi. Tsumma innaha takhlufu min baqdihim kholuufun yaquuluuna maa laa yaf'aluna. Wayaf'aluna maa laa yu' maruun. Faman jaahadahum biyadihi fahuwa mu'minun waman jaahadahum bilisaanihi fahuwa mu'min. Waman jaahadahum biqalbihi fahuwa mu'min. Waliisa waraa adzalika minal imaani jabbata khardal.


''Tidak ada seorang Nabi Yang ALLAH telah membangkitkannya pada ummatnya sebelum aku, melainkan ada baginya pembantu-pembantu dan sahabat-sahabat yang mengambil sunnahnya dan mengikut petunjuknya.''

Dalam riwayat lain ;'' Mengikut petunjuknya dan mengerjakan sunahnya''. Kemudian bahwasanya di belakang pada masa sesudah mereka itu, ada beberapa orang pengganti, yang mereka itu sama mengatakan apa-apa yang tidak mereka kerjakan dan sama mengerjakan apa-apa yang tidak diperintahkan.
Maka dari itu barang siapa berjihad(memerangi) terhadap mereka dengan tangannya, maka ia seorang yang beriman; dan barang siapa berjihad terhadap mereka itu dengan lisannya, maka ia seorang beriman; dan barang siapa berjihad terhadap mereka itu dengan hatinya, maka ia seorang beriman; dan tidak ada dari selain itu dengan hatinya, maka ia seorang beriman; dan tidak ada dari selain demikian itu dari pada iman meskipun sebesar biji sawi.


Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Muslim dari sahabat Ibnu Mas'aud r.a.

Dan ada pula hadist sabda Nabi Muhammad s.a.w;

Afdholul jihaadi kalimatu haqqan 'inda sulthoon jaa irin.

''Semulia-mulia jihad itu perkataan yang benar di hadapan raja yang durhaka(menganiaya).''

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari sahabat Abi Sa'id dan diriwayatkan pula oleh Imam ahli hadist yang lainnya.


Hadist yang pertama itu berarti bahwa apabila seorang muslim melihat atau mengetahui seseorang yang mengatakan apa-apa yang tidak ia kerjakan dan mengetahui apa-apa yang tidak diperintahkan oleh ALLAH dan PesuruhNya maka ia wajib memeranginya dengan tangannya; dan jika dia tidak kuasa memeranginya dengan tangannya, maka wajiblah ia memeranginya dengan lisannya; dan jikapun dia tidak kuasa memeranginya dengan lisannya, wajiblah ia memerangi dengan hatinya. Orang yang berani berjihad dengan hati ini adalah termasuk daripada orang beriman, dan jika dengan hatinya saja sekalipun ia sudah tidak kuasa berjihad, maka tetaplah ia seorang beriman walaupun sedikit.

Adapun hadist kedua itu berati bahwa orang Islam yang berani mengatakan dengan terus terang hal-hal yang benar dan apa-apa yang benar-benar menurut hukum-hukum ALLAH dan PesuruhNya dihadapan Raja(kepala Negara) yang durhaka atau berbuat aniaya, maka ia adalah seorang yang telah berjihad dengan semulia-mulia jihad. Kedua Hadist tersebut itu cukuplah menjadi sandaran bagi uraian tentang Jihad Ketiga, yang wajiblah dijalankan oleh tiap-tiap orang Islam.

Thursday, October 20, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Sesanti Warga Sapta Darma

Sesanti

ING NGENDI BAE MARANG SAPA BAE

WARGA SAPTA DARMA

KUDU SUMUNAR PINDA BASKARA

Iman Hijrah dan Jihad : Wewarah Pitu

Wewarah Pitu


Wajibing Warga Sapta Darma
saben warga kudu netepi wajib:


1. Setya tuhu marang Allah Hyang Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa lan Maha Langgeng.

2. Kanthi jujur lan sucining ati kudu setya anindakake angger-anggering negarane.

3. Melu cawe-cawe acancut tali wanda njaga adeging Nusa lan Bangsane.

4. Tetulung marang sapa bae yen perlu, kanthi ora nduwe pamrih apa bae, kejaba mung rasa welas lan asih.

5. Wani urip kanthi kapitayan saka kekuwatane dhewe.

6. Tanduke Marang warga bebrayan kudu susila kanthi alusing budi pakarti, tansah agawe pepadhang lan mareming liyan.

7. Yakin yen kahanan donya iku ora langgeng tansah owah gingsir (anyakra manggilingan)

Wednesday, September 28, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Tentang Jihad Terhadap Syaithan

Tentang berjihad terhadap syetam, ini pun tiap-tiap orang Islam wajib mengerjakannya, dan juga jihad inilah yang termasuk utama yang harus dikerjakan oleh orang-orang yang telah beriman kepada ALLAH. Oleh karena apa yang disebut jihad itu ialah ''bersungguh-sungguh mencurahkan segenap kekuatan, musuh wajiblah kita melawannya. Padahal oleh ALLAH telah dinyatakan bahwa syathan-syaithan itu adalah msuh kita, sebagaimana firman-Nya yang bunyinya :

''Innasyaithaana lakum 'aduwwu fattajidzuuhu 'aduwwu''

''Bahwasanya syaithan itu musuh kamu sekalian, maka itu hendaklah kamu menjadikan dia itu musuh''(Al-Qur'an surat Al-Fathir ayat 6)

''Inna syathaana kaana lil insaani 'aduwwan mubiinaa''

''Bahwasannya syaithan itu adalah bagi manusia itu musuh yang nyata''(Al-Qur'an surat Al-Isra ayat 53)

Dengan kedua ayat firman ALLAH ini dan lain-lainnya lagi sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an teranglah bahwa syaithan itu musuh bagi manusia. Oleh sebab itu ALLAH memerintahkan kepada manusia supaya memusuhi syaithan. Oleh karena syaithan itu musuh manusia terutama bagi umat Islam, maka wajiblah kita umat islam memeranginya.

Adapun jihad kepada syaithan itu ada dua tingkatan :

Pertama, memerangi segala tipu muslihat seseorang yang masih menimbulkan keragu-raguan atau syak wasangka didalam kepercayaan(iman).

Kedua, memerangi segala apa yang dijatuhkan atas diri seseorang daripada kemauan dan keinginan yang melampui batas-batas yang telah ditetapkan oleh ALLAH.

Memerangi syaithan tingkatan yang pertama itu akan menerbitkan kepercayaan yang seyakin-yakinnya, dan memerangi syaithan tingkatan yang kedua itu akan menyebabkan sifat tahan uji dan berani melawan segala apa yang dan bermacam-macam keinginan yang akan menyesatkan dan menyengsarakan.

Maka seseorang Islam yang telah berhasil dapat berjihad terhadap hawa nafsunya sendiri dengan sempurna, kemudian berhasil dapat berjihad terhadap syaithan dengan selengkapnya, maka ia adalah Orang yang patut menjadi imam, pemuka atau pemimpin masyarakat umat Islam atau setidak-tidaknya penganjur dalam suatu golongan yang terdiri dari orang-orang Islam.

Iman Hijrah dan Jihad : Tentang Jihad Terhadap Nafsu

Tentang Jihad yang pertama ini tiap-tiap orang islam wajib mengerjakannya, dan jihad inilah yang terutama yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang yang beriman. Menurut riwayat Nabi Muhammad s.a.w. pernah bersabda :


''Afdholul jihaadi ayu jaahidar rajulu nafsahu wahawaahu''

''Semulia-mulia peperangan itu ialah berperangnya seorang laki-laki terhadap nafsunya dan hawanya''

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Najjar dari sahabat Abi Dzarrin r.a.(hadist dha'if)

''Afdhalul jihaadi man jaahada nafsahu fii dzaa tillahi 'azza wa jalla''

''Semulia-mulia peperangan itu ialah orang yang memerangi nafsunya sendiri dalam - berbakti kepada - ALLAH Yang Maha Mulia dan Maha Menang''

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabarany dari sahabat Ibnu Amr r.a.(hadist dha'if)

''Qadimtum khaira maqdami, qadimtum minal jihaadil ashghari ilaljihaadil akbar jihaadul 'abdihawaahu''

''Kamu sekalian telah kembali pada sebaik-baik tempat kembali, dan kamu telah kembali dari perang yang lebih kecil menuju ke perang yang lebih besar, ialah berperangnya seorang hamba akan hawanya (nafsunya)

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Al-Khatib dari sahabat Djabir r.a. Dan diriwayatkan pula oleh Imam Baihaqi.(hadist dha'if)

Masih ada banyak lagi hadist-hadist yang serupa dengan hadist-hadist tersebut, sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab hadist. Dan hadist-hadist tersebut dikuatkan oleh ayat firman ALLAH yang bunyinya :

''Walladziina jaahaduu fiinaa lanahdi yanhum sulanaa. Wa innallaha lama'al muhsiniin''.

''Dan orang-orang yang rajin berbakti kepadaKu, sungguh Aku(ALLAH) akan menunjukkan mereka pada jalanKu(agamaku), dan bahwasanya ALLAH itu beserta orang-orang yang berbuat baik''(Al Qur'an surat AL-Ankabut ayat 69)

Menurut keterangan Imam Ibnu 'Athijjah, ayat ini diturunkan di Mekah, jadi sebelum Nabi Muhammad berhijrah s.a.w. ke Madinah dan sebelum di turunkannya ayat yang memerintahkan memerangi orang-orang musryikin dan kafirin. Oleh sebab itu ayat itu mengandung maksud bahwa untuk berperang membela agama ALLAH dan menuntut karunia-Nya, orang harus lebih dulu mulai berperang terhadap dirinya sendiri yaitu hawa-nafsunya buat berbakti kepada ALLAH.


Adapun yang disebut berjihad(berperang) terhadap dirinya sendiri itu terdiri dari empat tingkatan :

Pertama, diri supaya rajin mempelajari kebenaran atau agama yang benar, yang berpokok atau berdasar dari ALLAH dan PesuruhNya, dengan berkeyakinan bahwa dirinya tidak akan dapat bahagia baik didunia maupun di akherat jika tidak dengan mengikut kebenaran itu.

Kedua, diri supaya rajin dengan sekuat-kuatnya menjalankan kebenaran yang telah didapatnya dan dipelajarinya itu, karena kebenaran yamg telah diperolehnya itu tidak akan berguna sama sekali jika tidak dijalankan sebagaimana mestinya dan menurut kadar kekuatan dan kesanggupannya.


Ketiga, diri supaya rajin menyerukan dan menyiarkan kebenaran itu kepada orang banyak yang tidak yang belum mengetahuinya, sebab jika pengetahuan kebenaran itu tidak disiar-siarkannya, sudah tentu tidak akan berguna, lagi pula dirinya tidak akan terlepas dari siksa ALLAH, dan,


Keempat, dalam menyerukan dan menyiar-nyiarkan kebenaran itu haruslah dapat menahan berbagai-bagai rasa sakit, harus berani menderita bermacam- kepayahan dan penderitaan dan harus berani menhadapi berupa-rupa ancaman dan rintangan yang diperbuat oleh orang-orang yang tidak atau belum mau menerima kebenaran itu.


Jika Keempat syarat itu belum dikerjakan, maka belumlah dapat dikatakan telah berjihad terhadap dirinya sendiri atau hawa nafsunya. Demikianlah tingkatan uraian berjihad terhadap dirinya sendiri.



Saturday, September 17, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Pengertian Jihad di dalam Islam, Penjelasannya dan Tingkatannya


Orang yang berniat menuntut kebenaran harus mengetahui, bahwa perkataan ''jihad'' itu bahasa 'Arab, yang artinya menurut yang asli ialah:''bersungguh-sungguh mencurahkan segenap tenaganya untuk melawan musuh''. Adapun perkataan ''jihad'' itu berasal dari perkataan ''jahd'' yang artinya kekuatan.

Menurut keterangan sahabat Ibnu Abbas r.a. Perkataan ''jihad'' itu artinya :''mencurahkan segenap kekuatan dan bukanlah ketakutan untuk membela Allah terhadap cercaan orang yang mencerca dan permusuhan orang yang memusuhi'', dan menurut arti yang tertentu bagi syariat perkataan ''jahad'', itu artinya :''Bersungguh-sungguh mencurahkan segenap kekuatannya untuk membinasakan orang-orang kafir, dan termasuk pula berjihad terhadap nafsu, terhadap syaithan dan terhadap orang-orang pendurhaka''.

Oleh sebab itu di dalam Islam jihad itu terdiri dari empat tingkatan ;
1. Jihad terhadap nafsu.
2. Jihad terhadap syaithan.
3. Jihad terhadap ahli menganiaya, dan ahli-ahli berbuat jahat serta ahli-ahli bid'ah (pengubah peraturan-peraturan agama ALLAH yang telah pasti).
4. Jihad terhadap kaum kafirin dan musyrikin.

Keempat tingkatan jihad ini terkandung dalam firman ALLAH yang bunyinya :

''Wa jaahiduu fillahi haqqa jihaadihi''
''Dan berjihadlah kamu di dalam - Membela agama - ALLAH dengan sungguh-sungguh jihad.''(Al-Qur'an surat Al-Hajj ayat 78)

Menurut petunjuk Al-Qur'an, tidak dapat kita berjihad jika tidak dengan berhijrah, dan tidak dapat kita berhijrah jika tidak dengan beriman. Jadi seseorang tidak akan dapat berjihad jika ia tidak berhijrah lebih dulu, dan seseorang tidak akan dapat berhijrah jika ia tidak beriman lebih dulu. Adapun seseorang sesudah beriman lalu berhijrah kemudian berjihad, maka ia boleh menharapkan rahmat ALLAH Subhana wa Ta'ala.

Sebagai sandaran uraian itu kami kemukakan firman ALLAH yang lainnya :

''Innalladzina amanuu walladzina haajaru wa jaahadu fiisabiilillahi uulaika yarjuuna rahmatallahi wallahu ghafuruu rahiimu''

''Bahwasanya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang telah berhijrah, atau orang-orang yang telah berjihad di jalan (agama) ALLAH, mereka itu mengharap-harapkan rahmat ALLAH, dan ALLAH itu Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.''(Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 218).

Iman Hijrah dan Jihad : Cara Pandang Seks Suami Isteri dalam Islam


Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa al Qur’an tidaklah melupakan aspek seksual dan hubungan badan antara suami dan istrinya. Didalamnya terdapat petunjuk kepada jalan yang paling lurus yang mengantarkan kepada fitrah dan insting yang pada saat bersamaan ia menjauhkannya dari kerusakan dan penyimpangan.

Telah diriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi dan Majusi terlalu berlebihan didalam menjauhkan para wanitanya pada saat haidh sedangkan orang-orang Nasrani justru menyetubuhi dan tidak memperdulikan haidh mereka. Adapun pada orang-orang jahiliyah apabila para wanitanya mendapatkan haidh maka mereka tidaklah memberikan makan, tidak memberikan minum dan tidak juga duduk bersama mereka diatas tempat tidur dan tidak menempatkan mereka di rumah seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Majusi.

Karena itu sebagian kaum musliminmenanyakan kepada Nabi saw tentangapa-apa yang dibolehkan dan diharamkan bagi mereka didalam bercampur dengan istri mereka yang sedang mendapatkan haidh maka turunlah ayat yang mulia :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ

اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqoroh : 222)

Orang-orang Arab memahami bahwa makna menjauhkan para wanita haidh adalah tidak menempatkan mereka di rumah, maka Nabi saw menerangkan kepada mereka maksud dari ayat itu dengan mengatakan,”Sesungguhnya aku memerintahkan kalian agar menjauhkan dari menyetubuhi mereka apabila sedang haidh dan aku tidak memerintahkan kalian untuk mengeluarkan mereka dari rumah sebagaimana dilakukan oleh orang-orang asing. Maka tatkala orang-orang Yahudi mendengar hal ini mereka pun berkata,”Orang ini menginginkan agar tidak meninggalkan sesuatu dari permasalahan kita kecuali terdapat perbedaan didalamnya dengan kita.”

Maka tidak mengapa bagi seorang muslim apabila ingin bersenang-senang dengan istrinya dengan tetap menjauhi tempat yang kotor, dengan begitu sikap islam—sebagaimana biasanya—adalah sikap yang moderat antara sikap orang-orang yang berlebih-lebihan didalam menjauhi wanita yang sedang haidh hingga mengeluarkannya dari rumah dengan sikap orang-orang yang berlebih-lebihan didalam mencampurinya hingga terjadi persetubuhan.

Penemuan kedokteran modern menyatakan bahwa darah haidh merupakan materi yang beracun didalam tubuh apabila tersisa sebagaimana penyingkapan rahasia dari perintah untuk menjauhkan dari menyetubuhi para wanita yang sedang haidh. Dan alat-alat reproduksi berada dalam keadaan terhenti, otot-otot berada dalam keadaan bergejolak dikarenakan sekresi kelenjar-kelenjar internal maka mencampuri (jima’) dengannya akan membahayakan diri wanita itu bahkan bisa menghentikan keluarnya darah haidh sebagaimana hal itu dapat menyebabkan keguncangan otot-otot... sehingga terkadang dapat menyebabkan peradangan pada alat-alat reproduksi.

Telah terjadi pada masa sahabat bahwa salah seorang sahabat saat bermain-main didalam pembukaan persetubuhanya dengan istrinya dia menghisap kedua putingnya dan menyusu darinya yaitu merasakan sedikit susu darinya. Kemudian dia mendatangi Abu Musa al Asy’ari dan meminta fatwa darinya maka Abu Musa mengatakan kepadanya,’Maka dia haram bagimu.’ Kemudian dia mendatangi Abdullah bin Mas’ud dan beliau mengatakan kepadanya,”Tidak ada salah bagimu. Tidak ada rodho’ (susuan) kecuali antara dua tahun. Hadits dari Rasulullah saw,’Susuan pada usia dua tahun.’ Sedangkan firman Allah swt :


وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَة
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al Baqoroh : 233)

Maksudnya, susuan yang menjadikannya mahram bagi wanita itu adalah usia tertentu yaitu usia dimana manusia mengalami pertumbuhan daging, penguatan tulang yaitu pada usia dua tahun pertama adapun setelah usia itu maka tidak ada rodho’ah (susuan). Maka Abu Musa al ‘Asy’ari mengatakan,”Janganlah engkau bertanya (lagi) kepadaku selama tinta ilmu ini (maksudnya : Abdullah bin Mas’ud, pen) berada ditengah-tengah kalian. Maka bagi seorang suami diperbolehkan menyusu dari istrinya, hal itu adalah bagian dari bersenang-senang yang disyariatkan dan tidak perlu merasa sempit.”

Para fuqaha juga memperbolehkan bagi seorang istri mencium kemaluan suaminya dan kalaupun seorang suami mencium kemaluan istrinya maka tidaklah mengapa. Adapun jika tujuannya adalah mengeluarkan mani darinya maka kemungkinan hal itu adalah makruh. Aku (al Qaradhawi) tidak bisa mengatakan bahwa hal itu diharamkan karena tidak ada dalil yang mengharamkannya secara pasti. (lihat : Hukum Oral Seks, di rubrik ini). Dan itu (kemaluan) bukanlah tempat kotor sepertihalnya dubur dan tidak ada nash tertentu namun itu adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh manusia. Maskipun seseorang bersenan-senang melalui mulut (oral seks) adalah prilaku yang tidak umum namun kita tidak bisa mengharamkannya khsususnya jika hal itu dilakukan dengan kerelaan istri dan menyenangkan istrinya.

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ﴿٥﴾
إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ﴿٦﴾
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ ﴿٧﴾

Artinya : ‘Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mukminun : 5 – 7). Ayat inilah dasarnya.

Sesungguhnya hubungan seksual antara suami istri mempunyai pengaruh yang sangat penting didalam kehidupan suami istri. Terkadang ada yang tidak memberikan perhatian terhadapnya dan meletakkannya pada tempat yang tidak sesuai hingga menjadikan keruh kehidupannya, menyebabkannya gundah bahkan terkadang menjadikannya akumulasi kesalahan didalamnya sehingga mengkandaskan kehidupan suami istri..

Mungkin ada sebagian orang yang beranggapanbahwa islam mengabaikan sisi ini dan enggan memberikan perhatian terhadapnya. Mungkin sebagian lainnya mengira bahwa agama ini terlalu tinggi dan suci untuk mamasuki sisi ini walaupun hanya ssekedar pengetahuan dan pengarahan atau penentuan hukum dan penataan berdasarkan pandangan sebagian ahliagama terhadap seks adalah “sesuatu yang kotor dan rendah bagai hewan”

Realitanya bahwa islam tidaklah melupakan sisi yang sensitif ini dari kehidupan manusia dan kehidupan keluarga. Ia memiliki berbagai perintah dan larangannya baik berupa arahan dengan wasiat akhlak atau berupa aturan-aturan yang mengikat.

Yang pertama ditetapkan islam dalam sisi ini adalah pengakuan terhadap fitrah yang mendorong kepada seks serta keasliannya, dan merendahkan berbagai pandangan berlebihan yang condong kepada penyimpangan atau anggapan bahwa hal itu adalah sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Untuk itu agama melarang orang-orang yang ingin mematikan syahwat seksnya, sedangkan yang lainnya mengatakan mereka ingin menjauhi para wanitadan meninggalkan pernikahan, sabda Rasulullahsaw,”aku adalah orang yang paling mengetahui dan paling takut daripada kalian kepada-Nya akan tetapi aku bangun dab tidur, aku berpuasa dan berbukan dan aku menikahi para wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku maka dia bukanlah dari golonganku.” (www.islamonline.net)

Bersentuhan Sesama Kelamin

Bersentuhan sesama kelamin dengan menggunakan alat atau kain bisa dikategorikan kedalam masturbasi jika kita melihat makna etimologi dari istimna’ (masturbasi) yaitu bahwapada asalnya istimna’ (masturbasi) adalah mengeluarkan mani bukan melalui persetubuhan, baik dengan telapak tangan atau dengan cara yang lainnya. (Mu’jam Lughotil Fuqoha juz I hal 65)

Begitupula makna masturbasi didalam dunia seksologi yaitu menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapat kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan alat... Sedangkan onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki, sedangkan istilah masturbasi dapat berlaku pada perempuan maupun laki-laki. (sumber : http://situs.kesrepro.info)

Didalam buku-buku fiqih, kata-kata istimna’ (masturbasi) dipakai untuk mengeluarkan mani dengan menggunakan tangannya atau tangan istrinya namun jika kita melihat kepada tujuan dari perbuatan itu yaitu mengeluarkan mani maka mengeluarkan mani dengan cara apa pun tanpa memasukkan kemaluan laki-laki ke kemaluan wanita maka ia bisa dikatakan sebagai perbuatan masturbasi. (Lihat : Hukum Onani dan Masturbasi, di rubrik ini).

Jika Bukan dengan Istrinya .
Pada dasarnya zina adalah masuknya kemaluanseorang laki-laki kedalam kemaluan seorang perempuan yang tidak sah baginya atau bukan istrinya tanpa adanya keraguan dengan masuknya kemaluan laki-laki itu kedalam kemaluan perempuan itu, berdasarkan firman Allah swt ;
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32). Dan para ulama telah bersepakat jikahal itu terjadi maka wajib bagi pelakunya dikenakan hadd (sangsi).

Namun demikian ada suatu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa Nabi sawbersabda,”Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah pandangan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Bukhori)

Hadits diatas menjelaskan kepada kita bahwa zina bisa terjadi melalui pandangan, perkataan, begitupula dengan tangan atau anggota tubuh yang lain yang kemudian diikuti oleh kemaluannya.
Namun terhadap zina kedua ini maka pelakunya tidaklah dikenakan hadd (hukuman) bahkan kafarat dikarenakan tidak adanya nash yang jelas menyebutkan tentang permasalahan ini.

Dan apa yang anda tanyakan yaitu terjadinya sentuhan antara dua kemaluan dari dua orang yang tidak dihalalkan diantara mereka berdua atau bukan antara suami istri maka ini termasukperbuatan zina mekipun tidak masuk dalam kategori pertama namun ia lebih berat daripada sekedar masturbasi dengan menggunakan mata, tangan sendiri, perkataan atau sejenisnya.Dan hal ini termasuk didalam perbuatan yang diharamkan.

Wallahu A’lam