Friday, December 30, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Menyambut Datangnya Tahun Baru Miladiyah 1 Januari 2012

Oleh Ustad Sahdiyan dari Cakung

Marilah kita selalu bertaqwa kepada ALLAH Ta'ala, baik didalam keaadan sepi maupun di dalam keaadan ramai. Jangan hanya di dalam keaadan ramai saja kita bertaqwa. Sebab taqwa seperti ini tidak murni karena ALLAH. Begitu pula janganlah hanya bertaqwa di dalam keaadan sepi saja, sebab dalam keaadan ramai justru kita dituntut untuk bertaqwa. Maka sesungguhnya bertaqwa kepada Allah itu merupakan penjagaan dan benteng dari kemurkaan ALLAH Ta'ala.

Sebentar lagi bulan Januari akan datang kepada kita yaitu bulan dimana permulaan tahun Miladiyah akan di mulai. Artinya kita akan sampai pada tahun baru lagi, yaitu tahun 2012 yanh harus dihadapi dengan hati-hati seraya berpedoman dengan pengalaman-pengalaman tahun lampau. Segala amal perbuatan tahun lalu yang tidak patut hendaknya di jauhi dan dihindari. Selanjutnya bersiap-siap memulai babak baru yang harus bisa di warnai dengan perilaku yang baik serta terpuji dan menguntungkan. Itulah langkah kita di dalam setiap memasuki tahun baru. Mengadakan instropeksi diri pada diri kita sendiri serta meng-evaluasi semua perbuatan tahun lampau untuk diperbaiki pada tahun berikutnya. Sehingga dengan demikian semakin tua umur kita semakin baik dan sempurna amal kita. Begitulah tujuan kita hidup dari tahun ke tahun, di beri umur panjang dengan disertai amal baik.

Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Shafwan dan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah s.a.w., telah bersabda :

''Khairunnaasi manthala umruhu wahasunu 'amaluhu''
''Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan bagus amalnya''

Sidang Jum'at yang berbahagia

Tetapi sebagian besar orang yang menyambut datangnya tahun baru malah di gunakan sebagai kesempatan untuk maksiat sepuas-puasnya. Di hotel-hotel gedung pertemuan atau di tempat-tempat ramai lainnya diselenggarakan bermacam-macam acara yang berbaur dengan kemaksiatan. Dansa-dansa, mabuk-mabukan, berjoget semalam suntuk dan lain-lain adalah hal biasa yang di lakukan setiap menyambut tahun baru masehi. Semua itu adalah keliru, bahkan sangat keliru dan sesat. Karena kebiasaan-kebiasaan diatas adalah perilaku orang kafir, orang-orang yang haus kemewahan dunia tanpa mengingat kehidupan di akhirat. Mereka telah berbuat dosa sementara mereka telah di beri kenikmatan kehidupan di tahun baru. Semestinya mereka bersyukur bukannya berbuat seperti orang kufur.


Ingatlah, wahai kaum Muslimin akan ancaman ALLAH terhadap orang-orang yang berbuat dosa apalagi sampai mengingkari kenikmatannya. Allah telah berfirman dalam Al Qur'an surat Al An'am ayat 120 :









''wadzaruu zhaahira al-itsmi wabaathinahu inna alladziina yaksibuuna al-itsma sayujzawna bimaa kaanuu yaqtarifuuna''

''Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.''
Didalam surat Ibrahim ayat 7, ALLAH mengancam kepada orang-orang yang tidak tahu mensyukuri nikmatnya, bahkan mengingkarinya. ALLAH telah berfirman :





''wa-idz ta-adzdzana rabbukum la-in syakartum la-aziidannakum wala-in kafartum inna 'adzaabii lasyadiidun''
''Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".


Kaum Muslimin yang di muliakan ALLAH


Lalu bagaimana tindakan kita memasuki tahun baru nanti? Sebagai orang muslim yang bukan hanya mementingkan kehidupan dunia saja tapi juga kehidupan akhirat, maka tindakan kita di dalam memasukI tahun baru ialah :

1. Bercermin pada kehidupan yang baru saja kita lalui di tahun sebelumnya. Jika ternyata pada tahun sebelumnya kita banyak berbuat kesalahan maka pada tahun mendatang ini kita harus mengubah sikap untuk berbuat kebajikan-kebajikan sebanyak-banyaknya. Tersebut dalam sebuah hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah s.a.w., telah bersabda :

''Ittaqillaha haitsumaa kunta wa atba'issayya atal hasanaata tamhuhaa wa khaaliqinnaasa bikhuluqin hasanin.''
''Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana kamu berada, ikutilah perbuatan jahat dengan kebaikan, maka kebaikan itu akan menghapusnya, dan pergauli manusia dengan budi pekerti yang baik.''


2. Bilamana dalam masalah keduniaan sebelumnya kita mengalami kemunduran, maka carilah sebab kemunduran itu. Lalu dari cara baru yang sekiranya dapat mendatangkan kemajuan. Janganlah kemunduran pada tahun sebelumnya membuat putus asa. Sebab putus asa di dalam mengharap rahmat ALLAH dan pertolongan ALLAH dilarang dalam Ajaran Islam.

ALLAH berfirman dalam Al Qur'an surat Yusuf ayat 87 :











''yaa baniyya idzhabuu fatahassasuu min yuusufa wa-akhiihi walaa tay-asuu min rawhi allaahi innahu laa yay-asu min rawhi allaahi illaa alqawmu alkaafiruuna''


''Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".
 3. Memperbanyak rasa syukur kepada ALLAH bilamana di dalam tahun yang baru dilalui itu memperoleh banyak kemajuan, baik dalam masalah duniawi maupun ukhrawi. Janganlah apa yang di capainya selama ini lalu membuat lupa daratan, sehingga dalam tahun berikutnya lalu berlaku sombong, atau membangga-banggakan apa yang telah di capainya selama ini. Ingat Qarun yang telah di laknat ALLAH karena berlaku sombong berkat keberhasilannya di dalam perniagaannya yang membawa dirinya semakin kaya. Padahal sebenarnya apa yang telah di capainya itu semata adalah anugerah ALLAH.

Perhatikan firman ALLAH dalam Al Qur'an surat Al Maidah ayat 6 :









''yaa ayyuhaa alladziina aamanuu idzaa qumtum ilaa alshshalaati faighsiluu wujuuhakum wa-aydiyakum ilaa almaraafiqi waimsahuu biruuusikum wa-arjulakum ilaa alka'bayni wa-in kuntum junuban faiththhahharuu wa-in kuntum mardaa aw 'alaa safarin aw jaa-a ahadun minkum mina alghaa-ithi aw laamastumu alnnisaa-a falam tajiduu maa-an fatayammamuu sha'iidan thayyiban faimsahuu biwujuuhikum wa-aydiikum minhu maa yuriidu allaahu liyaj'ala 'alaykum min harajin walaakin yuriidu liyuthahhirakum waliyutimma ni'matahu 'alaykum la'allakum tasykuruuna''

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit [403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh [404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni'mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

[403] Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air. [404] Artinya: menyentuh. Menurut jumhur ialah: "menyentuh" sedang sebagian mufassirin ialah: "menyetubuhi".
 Sidang Jum'at yang berbahagia

Dari semua uraian diatas, maka tahulah kita sebagaimana seharusnya tindakan setiap muslim di dalam memasuki tahun baru. Kita tidak perlu meniru orang-orang yang tidak mengerti, apalagi meniru orang kafir yang berfoya-foya di dalam menyambut datangnya tahun baru. Datangnya tahun baru bagi kita berarti kita akan mengisi lembaran-lembaran hidup baru yang telah di bentangkan oleh ALLAH di hadapan kita. Maka kita harus berhati-hati, jangan sampai lembaran-lembaran itu lalu kita nodai dengan amal perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak ALLAH dan selera manusia yang berbudaya dan serta berkehendak luhur.

Oleh sebab itu mulai sekarang kita harus bisa merubah sikap di dalam menyongsong datangnya tahun baru. Kita ingatkan mereka yang biasa menyongsong tahun baru dengan berpesta-pesta, berfoya-foya semalam suntuk di hotel-hotel, digedung-gedung pertemuan, di jalan-jalan di panggung-panggung gembira dan lainnya. Semua itu adalah tindakan yang keliru. Sebaliknya di saat-sat permulaan memasuki tahun baru, kita warnai dengan amal sholeh, meningkatkan ketaqwaan kepada ALLAH dan memperdekat diri kepada ALLAH. Dengan demikian maka pasti ALLAH melindunginya di dalam kehidupannya itu banyak mengandung berkah.

Akhirnya marilah kita panjatkan do'a kepada ALLAH semoga amal perbuatan kita yang telah lalu berupa kebajikkan diterima Oleh-Nya sebagai amal sholeh yang dapat kita petik kelak di akhirat, dan semua kesalahan atau dosa yang telah kita perbuat selama itu di ampuni-Nya. Begitu pula semoga langkah kita selanjutnya di dalam memasuki tahun baru mendapat petunjuk dan taufik-Nya. Amin ya Rabbal Alamin.

Khutbah Jum'at ini disampaikan oleh khotib Ustad Sahidan hari Jum'at tanggal 30 Desember 2011 di sebuah Masjid di Jl. Tipar Cakung di Gang Abdul Gani, kebetulan admin sholat Jum'at di masjid ini juga, akhirnya saya beranikan(belum kenal ustadnya) untuk memohon salinan khutbahnya dan admin poskan di blog ini.

Semoga bermanfaat untuk sahabat blogger MWB semuanya.

Wednesday, December 28, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Kebijakan dan Kesempurnaan Akal Nabi Muhammad S.A.W.

Tentang kebijakkan atau kecerdasan dan kesempurnaan akal fikiran pribadi Nabi Muhammad s.a.w., tidak akan dapat diragukan lagi oleh siapa saja yang berakal fikiran sehat, sekali pun beliau itu seorang yang ummi.

Jelasnya : Barang siapa yang suka memperhatikan urusan-urusan Nabi Muhammad s.a.w., yang tidak berhubungan dengan wahyu atau kenabian beliau, dengan sepenuh perhatian yang didasarkan atas kesucian jiwa, baik yang berkenaan dengan urusan mengatur orang banyak maupun orang yang istimewa dengan kebagusan kelakuannya dan ketinggian perangainya, padahal beliau tidak kenal tulisan dan tidak pernah belajar terlebih dahulu serta tidak pernah memperoleh contoh terlebih dahulu dari orang lain, niscaya ia tidak akan ragu-ragu lagi dan mesti mengakui tentang kebijakan, kecerdasan, ketinggian dan kesempurnaan akal fikiran beliau yang tidak ada tara bandingannya


Dalam hal ini, Wahab bin Munabah, seorang yang terkenal mengerti tentang kitab-kitab agama yang terdahulu ( sebelum Al Qur'an ), pernah mengatakan dengan dengan secara jujur : ''Saya pernah membaca tujuh puluh satu kitab daripada kita-kitab Tuhan yang diturunkan kepada para utusan-Nya yang terdahulu, maka saya mendapati di dalamnya dengan jelas, bahwa Nabi Muhammad itu adalah orang yang paling sempurna akalnya dan tinggi kebijaksanaan fikirannya.''

Para orang yang memusuhi Nabi Muhammad di kala Al Qur'an diturunkan, walaupun mereka tetap memusuhi kepada beliau, namun mereka mau mengakui juga tentang kecerdasan, kebijakkan dan kesempuranaan akal beliau.

Dan dalam kenyataan memang demikian. Karena jika Nabi Muhammad itu bukan orang yang bersifat cerdik, cerdas dalam berfikir bijaksana dan sempurna akalnya, niscaya tidak akan beliau dapat memimpin dan memperbaiki keadaan bangsa Arab yang umumnya bertabiat begitu kasar, begitu keras dan bengis, sehingga menjadi bangsa atau umat yang baik dan maju dalam kebaikan yang belum pernah ada yang menyamakannya di muka bumi ini. Tentang ini telah diakui juga oleh para sarjana yang bukan dari pengikut Islam tapi berfikir jujur, dan diakui pula oleh para orang ahli ilmu agama lain yang pernah memperhatikan benar-benar akan riwayat perjalanan Nabi Muhammad.

Sebenarnya, jika Nabi Muhammad s.a.w. itu bukan seorang yang cerdik, cerdas, bijak dan sempurna akal fikirannya, tentu tidak akan di angkat ditetapkan menjadi Nabi Utusan ALLAH. Karena diantara sifat yang wajin di miliki seorang Nabi-Rasul ALLAH itu ialah sifat fathanah, yaitu cerdik, cerdas, bijak dan senpurna akal fikirannya.

Guna menimbang kecerdasan fikiran Nabi dan kesempurnaan akal beliau serta kebjiksanaannya, orang yang mengerti bahasa Arab, cukup memperhatikan perkataan-perkataan beliau yang pendek ringkas tetapi mengandung arti yang luas serta dalam, yang hingga kini masih tercatat dalam kitab-kitab hadits


Silahkan Update Post terbaru dengan menfollow blog ini atau langganan RSS.

Mohon Koreksinya di kolom komentar untuk penyempurnaan, Jika ada sahabat yang menyaln silahkan dengan judul berbeda.

Monday, December 26, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Kesetiaan Nabi Muhammad S.A.W. Dalam Menyempurnakan Janji

Tentang kesetiaan Nabi Muahammad s.a.w dalam menyempurnakan janjinya, dalam riwayat, telah cukup dikenal di kalangan masyarakat, saat itu. Jika Nabi Muhammad s.a.w. sejak kecil mula sudah terkenal kejujurannya dan kebenarannya, maka sudah barang tentu beliau seorang yang setia dalam menyempurnakan janji dan menunaikan amanat. Dan, memang sifat Nabi utusan ALLAH itu harus amanah, disamping sifat kebenarannya. Dikala Nabi Muhammad s.a.w. hendak masuk ke kota Mekkah dengan mengerjakan Umrah, para pemuda Mekkah berkata kepada beliau : ''Demi Allah, wahai Muhammad ; Engkau tidak terkenal sebagai pemungkir atau perusak janji, baik dimasa kecil maupun di masa sesudah besar.''

Pengarang Asy Syifa menegaskan dengan katanya :

''Fakaana Amannaasi wa'adalannasa wa'afannaasa washdaqahum lahjatan.''

''Makaa adalah Nabi s.a.w. itu orang yang paling setia menunaikan amanat, orang yang paling adil, orang yang paling memelihara diri dan orang yang paling benar omongannya.''


Orang yang hendak mengetahui tentang sifat kejujuran dan kesetiaan Nabi cukup memperhatikan pimpinannya. Beliau amat keras mengancam orang yang suka bercedera, menyalahi janji dan berdusta.


An Nadhar bin Harits, seorang Quraisy yang sangat memusuhi Nabi ketika masih di Mekkah, pernah berkata di muka para kawannya dalam suatu pertemuan para ketua kaum Quraisy, dikala membicarakan bahaya seruan Nabi Muhammad, katanya;

''Adalah Muhammad itu di antara kamu, seorang pemuda yang paling disukai dan paling benar perkataannya dan paling besar amanatnya ; tetapi ketika kamu telah melihat uban di pelipisnya dan ia membawa apa-apa yang ia bawa kepada kamu, lalu kamu berkata ; ''Ia tukang sihir.'' Demi ALLAH, ia bukan tukang sihir.''

Jelaslah, bahwa orang yang sangat memusuhi kepada dakwah Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa beliau seorang yang paling benar dan paling jujur menunaikan amanat di antara mereka di kala masih mudanya.

Dan jika sekiranya pribadi Nabi Muhammad s.a.w. tidak mempunyai sifat amanah dan setia menyempurnakan janji sejak dikala sebelum diangkat menjadi Nabi, niscaya Siti Khadijah, istri beliau yang pertama tidak akan menyerahkan membawakan dagangannya kepada beliau untuk dijualkan di negeri Syam. Dan selanjutnya jika beliau tidak bersifat jujur serta pemelihara janji, niscaya Siti Khadijah tidak akan memilih beliau untuk diambil sebagai suaminya, karena beliau seorang pemuda yang papa, sedang Khadijah seorang janda hartawan terkemuka.

Dalam sejarah kehidupan Nabi, telah cukup jelas diriwayatkan, bahwa belum pernah ada suatu perjanjian yang dilanggar oleh Nabi atau tidak disempurnakannya. Bahkan beberapa kali para musuh beliau dalam berjanji dengan beliau tidak menyempurnakannya dan melanggarnya, tetapi beliau tetap memelihara janji yang telah di janjikannya.

Alhasil, baik lawan maupun lawan dikala itu, tidak seorang pun yang tidak mengakui kejujuran dan kesetiaan Nabi dalam menyempurnakan janji.

Silahkan berlangganan RSS untuk Update Post Terbaru.

Saturday, December 24, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Kebenaran Nabi Muhammad S.A.W.

Tentang sifat kebenaran Nabi Muhammad s.a.w, telah cukup terkenal dalam sejarah. Sejak masa kecilnya tidak pernah berdusta, sehingga terkenal do kota Mekah dengan gelar 'Al-Amin', orang yang pernah berdusta, tidak akan diberi gelar dengan gelar 'Al-Amin', karena tidak percaya.


Dalam riwayat beliau pernah terjadi perselisihan dan pertengkaran antara para ketua kaum Quraisy, tentang siapa yang patut dan berhak meletakkan Hadjar Aswad ditempatnya semula.


Mereka akhirnya memutuskan, ''Orang yang berhak meletakkan Hadjar Aswad itu ialah siapa yang masuk pertama masuk di masjid pada pagi-pagi hari.''


Kebetulan yang masuk pertama kali di masjid pada pagi hari itu ialah pribadi Nabi, padahal beliau dikala itu belum di angkat menjadi Nabi. Oleh sebab itu, maka mereka berkata : ''Ini dia Al-Amin'' - ''Ini dia Al-Amin.''


Terhadap keputusan beliau mengenai soal tersebut, mereka merasa puas. Tidak ada seorang pun dari mereka yang tidak atau kurang puas.


Peristiwa yang demikian itu menunjukkan, bahwa beliau dikala itu seorang yang sudah terkenal, 'boleh dipercaya', karena benar dan jujurnya.


Tatkala pribadi Nabi telah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, dan Abu Jahal sangat memusuhi seruan beliau, pada sekali waktu, lantaran ia yakin bahwa beliau bukan orang yang berdusta, maka ia berkata pada beliau : ''Sesungguhnya kami tidak mendustakan kepada Engkau, Muhammad, tetapi kami mendustakan apa-apa yang engkau bawa.''


Akhnas bin Suraiq pernah bersua dengan Abu Jahal pada hari peperangan di Badar. Maka ia berkata kepada Abu Jahal : ''Ya Abal Hakam! Di sini tidak ada orang yang selain kau dan aku, yang mendengarkan omongan kita berdua. Hendaklah engkau memberitahukan kepadaku tentang Muhammad yang sebenarnya, apakah ia itu seorang yang benar atau kah seorang yang dusta?''


Abu Jahal menyahut secara jujur: ''Demi ALLAH, bahwa Muhammad itu sesungguhnya seorang yang benar, dan sekali-kali Muhammad itu tidak pernah berdusta.''


Jadi, Abu Jahal sendiri, yang terkenal sangat memusuhi kepada dakwah Nabi Muhammad, adalah telah mengakui kebenaran Nabi Muhammad dan mengakui bahwa Nabi tidak pernah berdusta.''


Kalau pribadi Nabi Muhammad seorang yang pernah berdusta dan tidak jujur, tentu tidak akan di angkat menjadi Nabi Pesuruh ALLAH, karena sifat seorang Nabi itu harus benar.

Thursday, December 22, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Keadilan dan Kejujuran Nabi Muhammad S.A.W.

Tentang sifat keadlilan dan kejujuran pribadi Nabi Muhammad s.a
w. telah terkenal dalam riwayat, bahkan di masa beliau belum di angkat menjadi Nabi utusan ALLAH, sudah dikenal di kalangan masyarakat kota Mekah, sehingga beliau terkenal dengan nama 'Al Amin', seorang terpercaya dan jujur.


Dalam melakukan keadilan, Nabi Muhammad tidak pernah membedakan antara seorang dari seorang. Karena dari keadilan dan kejujuran beliau dalam menjatuhkan keputusan, maka orang ramai merasa puas terhadap keputusannya.


Diriwayatkan oleh Turmudzi dari sahabat Ali r.a. Ia berkata :


''Kaana Rasuulullahi, a'dalannsi''

''Adalah Rasulullah s.a.w. Itu seadil-adilnya manusia.''

Yang mengatakan, bahwaa Nabi Muhammad s.a.w. itu seorang yang adil dan jujur dalam segala langkahnya, terutama keputusan hukumnya, bukan saja para kawannya atau para pengikutnya, tetapi fihak lawannya atau para orang yang memusuhi kepadaiannya juga.

Ura ian tentang keadilan Nabi Muhammad s.a.w, diantaranyaa ketika Nabi menjatuhkan hukum potong tangan atas seorang perempuan bangsawan Quraisy yang mencuri, sehingga beliau di kala itu bersabda :

''Lau anna faa thimati binta muhammadin saraqat laqatha'tu yadahaa''



''Jika sekiranya Fatimah, anak perempuan Muhammad, mencuri, niscaya aku potong tangannya.''

Saturday, December 17, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Keberanian dan Ketabahan Hati Nabi Muhammad s.a.w.

Tentang keberanian dan ketabahan Nabi Muhammad s.a.w telah cukup terkenal dalam riwayat, sehingga dinyatakan oleh beberapa orang sahabatnya, bahwaa beliau seorang pemberani.
Diriwayatkan oleh ad Darimi dari sahabat Ibnu 'Umar r.a., ia berkata;


''Saya belum pernah melihat seorang yang lebih berani dan lebih tabah hati serta lebih pemurah daripada Rasulullah s.a.w.''


Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik r.a. Berkata ;


''Kaa na rasulullah, asyja'annasi.''


''Adalah Rasulullah s.a.w. Itu seberani-beraninya manusia.''


Kata sahabat Anas r.a. ; ''Pada suatu malam, penduduk di Madinah terperanjat, lantaran mendengar suara yang di sangkanya kedatangan musuh. Orang-orang seketika itu pergi menuju ke tempat di mana suara itu terdengar, tiba-tiba mereka melihat Rasulullah sudah pergi ke tempat itu dan sedang kembali dengan menunggang kuda yang tidak berpelana, sedang pedangnya diselempangkan di kuduknyaa sambil berkata kepada orang ramai :


''Laa taraa 'uu!!''


''Janganlah kamu terkejut''


Kata sahabat 'Ali r.a.:


''Bahwa kami biasa apabila peperangan telah menjadi sengit dan biji mata manusia telah menjadi merah, kami berlindung diri dengan Rasulullah, maka tidak ada seorang pun yang lebih hampir(dekat) kepada musuh daripada beliau.''


Yakni, tidak ada orang yang ada di depan sekali menghadapi fihak musuh, melainkan beliau. Uraian lebih lanjut tentang keberanian Nabi Muhammad s.a.w dapat di ketahui dalam post berikutnya dalam Nabi Muhammad memimpin perang di Badar, di Uhud dan di Hunain serta perang yang lain.

Wednesday, December 14, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Keteguhan Pendirian Nabi Muhammad s.a.w.

Tentang keteguhan pendirian Nabi Muhammad dalam menegakkan dan mempertahankan kebenaran Islam, sebenarnya telah cukup diriwayatkan dalam riwayat perjalanan beliau berdakwah di Mekkah dan seterusnya sampai beliau berhijraah.


Diantaranya dapatlah kamu kutip lagi seperti berikut :


Tatkala Nabi Muhammad telah menyampaikan dakwahnya kepada kaum Quraisy yang mengandung arti, mencela berhala-berhala dan diri mereka yang suka menyembah berhala dan kelakuan mereka yang suka ber-taqlid saja kepada para nenek moyang mereka, maka pada sekali saat para gembong mereka datang kepada Abu Thalib, paman beliau, dan mereka berkata : '' Hendaklah engkau dari sekarang ini melarang anak keponakan engkau dari pada mencela kami, para orang tua kami dan berhala-berhala kami. Jika tidak, maka terpaksa kami akan memusuhi engkau dan memusihi dia dan jika memang sudah kami rasa perlu, dia(Muhammad) akan kami bunuh dengan terang-terangan.''


Permintaan mereka yang demikian itu oleh Abu Thalib disampaikan kepada Nabi, sambil berkata ; ''Hai anak saudaraku laki-laki. Hendaklah dari sekarang ini engkau menghentikan perbuatan engkau yang sudah-sudah itu. Janganlah engkau memberatkan tanggungan dan beban atas diriku yang aku tidak akan kuat memikulnya. Hendaklah engkau menghentikan seruan engkau yang begitu keras dan tajam itu.''


Nabi mendengar perkataan pamannya itu, hati beliau merasa tertusuk, diri beliau merasa terhina dan beliau menyangka bahwa pamannya itu sudah merasa keberatan membantu kepadanya. Sebab itu, dengan tegas beliau lalu menjawab :


''Ya amma, wallaahu lau wadhausy syamsa fii yamiinii wal qamara fii yasaarii ala an atruka hadza lamra maa taraktuhu hatta yudhhirahullahu aau umlaka fiihi.''


''Hai pamanku : Demi ALLAH, kalau mereka (para gembong Quraisy) meletakkan matahari di kananku dan bulan dikiriku, supaya aku meninggalkan urusan agama ini, tidaklah aku meninggalkannya, sehingga ALLAH memberi kemenangan agama ini, atau aku dihancurbinasakn didalamnya.''


Jawaban Nabi yang demikian tegasnya itu, menunjukkan keteguhan pendirian beliau dalam menegakkan dan mempertahankan kebenaran agama ALLAH.

Sunday, December 11, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Keluhuran Budi Pekerti Nabi Muhammad S.A.W.

Untuk melengkapi blog Iman Hijrah dan Jihad ini, maka kami kutipkan beberapa riwayat yang menerangkan kebaikan dan keluhuran budi pekerti Nabi Muhammad s.a.w. baik yang berasal dari usaha beliau sendiri, atau yang timbul karena fitrah atau pembawaab lahir.


Terlebih dahulu kami jelaskan, bagaimana pribadi Nabi Muhammad s.a.w. sebelum pernyataan ALLAH dengan firman-firman-Nya, yang menerangkan bahwa beliau senantiasa dalam budi pekerti yang baik dan tingkah laku yang terpuji. Menurut riwayat, sebelum pernyataan ALLAH tersebut, beliau senantiasa berdoa dan bermohon yang berbunyi sebagai berikut :

''Allahumma ahsanta khalqii fa ahsin khuluqi''

''Ya ALLAH, Engkau telah membaguskan kejadianku, maka Engkau baguskan pulalah budi bekertiku.''(H.R: Ibnu Hibban dari Ibnu Mas'ud r.a.)

Dalam riwayat lain berbunyi :

''Allahumma Kamaa hasanta khulqii fahassan khuluqii''

''Ya ALLAH, sebagaimana telah Engkau baguskan kejadianku, maka baguskan pulalah budi pekertiku.''(H.R. Ahmad dari 'Aisyah r.a.)


''Allahumma inna a'uudzubika min munkaraati akhlaqi.''

''Ya ALLAH, aku berlindung kepada Engkau dari budi pekerti yang jahat.'' (H.R. At Turmudzi dari Quthabah bin Malik r.a).


Juga Nabi Muhammad seringkali berdoa (diwaktu beliau mengerjakan shalat, sesudah beliau membaca takbiratul Ihram):

''Allahumah donii liahsani akhlaqi, Laa yahdii liahsanihaa illa anta, Washrif 'anna sayya ahaa, Laa yashrifuu 'anna sayya ahaa illa anta''

'' Ya ALLAH, tunjukilah aku kepada sebaik-baik budi pekerti, tidak akan ada yang dapat menunjuki kepada sebaik-baik budi pekerti kecuali Engkau, dan Engkau jauhkanlah dari padaku budi pekerti yang buruk, tidak akan ada yang daoat menjauhkan budi pekerti yang buruk dari padaku, kecuali Engkau.''(H.R. Ahmad dan Muslim dari 'Ali r.a).


Oleh sebab itu, maka ALLAH memberi pernyataan kepada Nabi Muhammad s.a.w dengan firmannya yang berbunyi :

''Wainnaka la'ala khuluqin 'adhiim.''

''Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) senantiasa dalam budi pekerti yang luhur''.

Adapun yang dimaksud dengan budi pekertI yang baik dan tingkah laku yang terpuji ialah segala budi pekertu yang sesuai dengan ajaran dan pimpinan Al Qur'an. Muslim meriwayatkan dari Sa'ad bin Hisyam, bahwa ia berkata, '' Aku pernah datang kepada 'Aisyah r.a., lalu aku berkata kepadanya : ''Wahai ibu segenap orang yang beriman, beritahukan kepadaku, budi pekerti Rasulullah s.a.w.''

''Kaana khuluquhul qur an, Amaa taqraul qur an : Wainnaka la'ala khuluqin adhiimin.''

''Adalah perangai Rasulullah s.a.w. itu ialah Al Qur'an. Tidaklah engkau membaca Al Qur'an : Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) sungguh diatas perangai yang luhur.''

Diriwayatkan oleh Ibnul Munzir, Ibnu Mardawaih dan Al Baihaqi dari sahabat Abud Dardaa' r.a., ia berkata : ''Siti 'Aisyah r.a. pernah ditanya tentang perangai Rasulullah s.a.w., lalu ia berkata :

''Kaana khuluquhul qur an, Yar dha liri dhahu wa yaskhatu lisakhatihi.''

''Adalah perangai beliau itu Al Qur'an. Beliau suka karena sukanya(Al Qur'an), dan beliau benci karena bencinya (Al Qur'an).''

Yakni : Yang disukai oleh Nabi Muhammad itu apa yang disukai oleh Al Qur'an dan apa yang dibenci oleh beliau itu, apa yang dibenci oleh Al Qur'an.

Dan Nabi pernah menegaskan dalam sabdanya :

''Innama bu'itstu liu tammama makaarima akhlaqi.''

''Sesungguhnya tidak lain aku diutus melainkan untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti.'' (H.R. Ibnu Sa'ad, Al-Hakim dan Al Baihaqi dari s. Abi Hurairah r.a.)

Dan juga Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda :

''Innallaha ta'ala yuhibbu ma'aaliya akhlaqi wayabghadhu safsaa fahaa.''

''Bahwasanya ALLAH Ta'ala itu menyukai ketinggian perangai dan membenci kerendahannya''. (H.R: Al Baihaqi dari sahabat Sahal bin Sa'ad).

Sekarang, bagaimanakah riwayat kebagusan peranagi dan keluhuran budi pekerti Nabi Muhammad s.a.w.?

Tentang ini dapat kami kutipkan dari beberapa puluh riwayat yang pernah dikatakan oleh para sahabat yang selalu bergaul rapat dengan pribadi beliau, di antaranya yang akan kami postkan diwaktu mendatang satu persatu budi pekerti Nabi Muhammad s.a.w.

Wednesday, December 7, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Akibat dan bahaya bagi kaum Muslimin yang tidak berjihad

Nabi Muhammad s.a.w., pernah bersabda :

''Idztaraktumul jihaada sallathallah 'alaikum dzullayanzi'uhu hatta tarji'u ilaa dinikum''
''Apabila kamu meninggalkan jihad, ALLAH pasti menurunkan atas kamu kehinaan, ALLAH tidak mencabutnya sehingga kamu kembali kepada agamamu''
(Hadts riwayat Abu Dawud dan lainnya dari Ibnu 'Umar r.a.)


''Man maata walam yaghzu wa lam yuhaddats bihi nafsah mataa 'alaa syughbati minnafaaq''
''Barang siapa mati, padahal ia belum pernah berperang, dan tidak pernah bercita-cita pada dirinya akan berperang, ia mati di atas sati cabang dari nifaq.''
(Hadits riwayat Muslim, Abi Dawud dan Nasa'i dari Abi Hurairah r.a.)


''Man laqiyallah bighairi atsari min jihaadin laqiyallaha wa fiihi tsulmatun.''
''Barang siapa yang menghadap kepada ALLAH dengan tidak ada bekas dari Jihad, ia bertemu kepada ALLAH dan padanya sumbing.''
(Hadits Riwayat Trumudzy dan Ibnu Majah dari Hurairah r.a.)


''Maa taraka qaumul jihaada illa 'ammahumullahu bil'adzabi.''
''Tidak meninggalkan suatu kaum akam jihad, melainkan ALLAH pasti meratakan 'adzab kepada mereka.''
(hadits Riwayat Ath Thabarany dari s. Abu Bakar r.a.)


Dengan empat riwayat ini jelas, bahwa orang yang meninggalkan perintah jihad, tidak pernah jihad membela aga,a ALLAH untuk meninggikan kalimah-Nya, ia akan menerima akibat dan bahayanya. Di dunia ini ia akan memperoleh kehinaan dan kerendahan serta adzab dari ALLAH, dan di akherat kelak ia akan kelihatan kekurangan agamanya, karena ia ketika mati dalam suatu cabang dari pada cabang nifaq(munafiq)


Berhubung dengan hadits-hadits sebagai yang tersebut diatas dan lain-lainnya yang tidak kami sebutkan disini, maka dapatlah diambil kesimpulan, bahwa hukum wajib berjihad untuk menegakkan agama ALLAH dan meninggikan Kalimah-Nya itu tetap berlaku di sepanjang masa dan disegala tempat. Terkecuali jika sudah tidak ada lagi orang kafir, orang musyrik dan sebagainya yang suka merintangi Islam, menghalang-halangi tersiarnya Islam dan mengganggu kaum Muslimin dalam mengerjakan agamanya.

Dalam pada itu, tiap-tiap orang Islam wajib mengingat pula kepentingan dan kebesaran berjihad. Karena Nabi Muhammad s.a.w., sendiri pernah bersabda :

''ALLAH telah menetapkan bagi barang siapa yang keluar dalam Jalan-Nya(agama-Nya), ia tidak keluar melainkan karena iman kepada-Ku dan membenarkan kepada utusan-KU, bahwa ia akan AKU kembalikan(pulangkan) dengan apa yang ia peroleh daripada pahala atau jarahan atau Aku masukkannya ke Surga. Dan andai kata saja tidak menguatirkan akan memberatkan atas ummat saja, niscaya saya tidak akan duduk di belakang barisan bala tentara yang berperang. Dan sungguh saya senantiasa berharap-harap bahwa saya supaya dibunuh di dalam peperangan membela jalan ALLAH, kemudian saya dihidupkan, kemudian dibunuh, kemudian dihidupkan lagi, kemudian dibunuh lagi.''
(Hadits riwayat Bukhary, Muslim dan lain-lainnya dari sahabat Abi Hurairah r.a.)


Hadits ini jelas antara lain mengandung keterangan, bahwa orang yang keluar (pergi) dari rumahnya atau negerinya untuk berperang membela agama ALLAH, yang keluarnya lantaran dari imannya kepada ALLAH dan kepercayaanya kepada utusan-Nya, ALLAH telah menetapkan bahwa ia akan di pulangkan oleh-Nya dengan membawa apa yang diperolhnya dalam peperangan, yaitu dari pahala atau jarahan dan kalau tewas akan di masukkan-Nya kedalam Surga. Atau dengan perkataan lain : jika kembali dalam keadaan hidup, ia membawa ghanimah; dan jika ia gugur dalam peperangan' ia akan memperoleh Jannah.


Orang yang suka memeperhatikan bunyi hadits ini tentu mengerti, bahwa berjihad membela agama ALLAH, karena iman kepada-Nya dan karena kepercayaan kepada RasulNya, itu mengandung kepentingan yang besar.


Selantjutnya harus diperhatikan pula oleh tiap-tiap orang yang telah mengaku Muslim, bahwa andai kata berjihad itu tidak mengandung kepentingan yang besar bagi kaum Muslimin, maka sudah barang tentu tidak diperintahkan oleh ALLAH sampai berpuluh ayat di dalam kitab-Nya, dan sudah barang tentu tidak akan dijelaskan oleh Nabi Muhammad s.a.w sampai beberapa ratus hadits dan pernah juga di contohkan oleh beliau sampai beberapa kali perang.

Monday, December 5, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Puasa Hari Asyura dan Pahalanya Bulan Muharram

Saudaraku, sekarang kita berada di bulan Muharram, pada awal tahun baru hijriyah. Berdasarkan dalam beberapa hadis, terdapat anjuran daripada Rasulullah SAW kepada umat Islam untuk berpuasa pada tanggal sepuluh bulan Muharram. Tanggal sepuluh bulan Muharram biasa disebut dengan Hari ’Aasyuura (Hari kesepuluh bulan Muharram).
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari ’Asyuura. Lalu beliau bertanya mengapa mereka berpuasa pada hari itu. Mereka pun menjelaskan bahawa hal itu untuk memperingati hari dimana Allah SWT telah menolong Nabi Musa as bersama kaumnya dari kejaran Firaun dan bala tenteranya. Bahkan pada hari itu pula Allah telah menenggelamkan Firaun disebabkan kezalimannya terhadap Bani Israil. Mendengar penjelasan itu, maka Nabi SAW pun menyatakan bahawa ummat Islam jauh lebih berhak daripada kaum Yahudi dalam mensyukuri pertolongan Allah kepada Nabi Musa as. Setelah itu, baginda pun menganjurkan kepada kaum muslimin agar berpuasa pada hari ’Asyuura.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ
الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ
فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَه
وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا
فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Sesungguhnya Rasulullah SAW tiba di Madinah dan mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura.Maka Rasulullah SAW bersabda: “Hari apakah ini sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka (kaum Yahudi) menjawab: ”Ini adalah hari agung dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Firaun beserta kaumnya, lalu Musa berpuasa pada hari itu sebagai ungkapan syukur sehingga kami pun berpuasa.” Maka Rasulullah SAW bersabda: ”Kami (kaum Muslimin) lebih berhak atas Musa daripada kalian (kaum Yahudi). Maka Rasulullah SAW pun berpuasa dan menyuruh (kaum muslimin) berpuasa.” (HR Muslim)
Bahkan digambarkan di dalam hadis lainnya bahawa Nabi SAW sangat mengutamakan puasa pada hari ke sepuluh bulan Muharram tersebut. Ibnu Abbas meriwayatkan kesaksiannya sebagai berikut:
سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَسُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ
فَقَالَ مَا عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَامَ يَوْمًا يَطْلُبُ فَضْلَهُ عَلَى الْأَيَّامِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ
وَلَا شَهْرًا إِلَّا هَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي رَمَضَانَ
Ibnu Abbas berkata: “Aku tidak tahu Nabi SAW menitikberatkan puasa satu hari yang lebih diutamakannya ke atas yang lainnya selain hari ini (Hari ’Asyuura) dan bulan ini, yakni bulan Ramadhan.” ( HR Bukhary dan Muslim)
Lalu apakah fadhillah (keutamaan) berpuasa pada hari ’Asyuura ini? Nabi Muhammad SAW berdoa agar sesiapa yang berpuasa ’Asyuura, agar Allah mengampuni dosanya selama satu tahun yang telah berlalu.
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Rasulullah SAW bersabda: ”Puasa hari ‘Asyura, aku memohon kepada Allah agar menjadikannya sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR Muslim)
Ini bererti, puasa Muharram (‘Asyura) sangat bermanfaat bagi sesiapa pun. Ini kerana kita sebagai manusia tidak pernah lepas daripada melakukan kesalahan dan dosa. Dan sudah barang tentulah bagi setiap orang yang bertaqwa, sangat gemar untuk memperolehi keampunan daripada Allah SWT, seterusnya ingin meraih syurga yang luasnya adalah seluas langit dan bumi.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ
عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan daripada Rabbmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langitdan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (TMQ Ali Imran ayat 133)
Untuk tahun ini jika tanggal satu Muharram 1432 Hijriyyah jatuh pada hari Selasa 7 Disember 2010, bererti hari ’Asyuura insya Allah bertepatan dengan hari Khamis bersamaan 16 Disember 2010. Semoga Allah memberi izin dan kekuatan, serta memberkahi kita semua untuk melaksanakan puasa ’Asyura pada tahun ini. Amin ya Rabb.
Namun demikian, perlu diingat bahawa sekuat mana pun anjuran Nabi SAW akan keutamaan puasa ’Asyuura, hukumnya tetap sunnah. Maksudnya ia tidak wajib dikerjakan. Berkenaan hal itu, Rasulullah SAW bersabda:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ
إِنَّ هَذَا يَوْمٌ كَانَ يَصُومُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ
فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ
وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَا يَصُومُهُ إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ صِيَامَهُ
Abdullah bin Umar mendengar Rasulullah SAW bersabda mengenai hari ‘Asyura: “ Ini merupakan hari dimana kaum jahiliyyah biasa berpuasa. Maka barangsiapa yang suka silakan berpuasa. Dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya, maka tinggalkanlah.” Dan Abdullah tidak berpuasa (pada hari ‘Asyura) kecuali jika Nabi SAW berpuasa". (HR Muslim)

Sunday, December 4, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Hukum Wajib Berjihad bagi kaum Muslimin tetap berlaku di sepanjang masa

Sekalipun bagaimana keluasan arti ''jihad'' sepanjang pimpinan Islam(Qur'an dan Sunnah), namun hukum wajib berjihad bagi kaum Muslimin tetap berlaku di sepanjang masa dan dimana tempat ; karena tidak di dapat satu keteranganpun baik dari Al-Qur-an maupun dari hadits shahih yang menunjukkan bahwa hukum jihad telah di hapuskan.


Mengapa demikian? Karena orang-orang kafir, orang-orang Musyrik dan orang-orang yang merintangi/mengganggu tersiarnya da'wah Islamiyah tetap ada dan selalu berusaha akan memusnahkan ruh Islam dan memadamkan cahaya Islam dari muka bumi ini. Sedang sejak perintah jihad diturunkan kepada kaum Muslimin, adalah untuk memelihara keamanan dakwah Islamiyah, untuk mempertahankan kebenaran Islam dan untuk menjaga ketegakan hukum ALLAH dimuka bumi. Disamping itu, kewajiban berjihad itu mengandung pimpinan untuk menguji orang-orang yang telah mengaku beriman kepada Allah, agar dapat diketahui mana orang yang beriman dengan sebenarnya dan mana orang yang beriman pada bibirnya saja.


Diantara ayat firman ALLAH yang menunjukkan bahwa berjihad untuk memerangi orang kafir, orang musyrik dan sebagainya itu wajib, ialah ayat yang berbunyi seperti di bawah ini :

''Kutiba 'alaikumul qitalu wahuwa kurhulakum wa'asa antakrahuu syaian wahuwa khairun lakum wa'asa antuhibuu syaian wahuwa syarrun lakum wallahu ya'lamu wa antum laa ta'lamuun''


''Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi(pula)kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu ; ALLAH mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.''(Al Qur-an surat Al Baqarah ayat 216) menurut keterangan para ahli tafsir yang terkemuka ; inilah yang mula-mula sekali diturunkan buat mewajibkan kepada kaum Muslimin supaya berperang, yaitu pada tahun ke II dari Hijrah Nabi Muhammad s.a.w. di Madinah.

Dalam ayat ini jelas menunjukkan, bahwa berperang itu diwajibkan kepada kaum Muslimin, padahal berperang itu diwajibkan kepada kaum Muslimin, padahal berperang itu suatu kebencian atau sesuatu yang dibenci oleh kebanyakan orang. Tetapi sesuatu yang dibenci oleh manusia itu barangkali menjadi suatu kebaikan bagi mereka ; dan sesutau yang dicintai atau disukai oleh manusia barangkali menjadi satu kejelekkan bagi mereka. Demikianlah, maka tidaklah seharusnya kaum Muslimin membenci akan perintah kewajiban berperang itu, karena ALLAH yang mengetahui akan perintah kewajiban berperang itu, dan mereka tidak mengetahuinya.


Diantara hadits sabda Nabi Muhammad s.a.w., yang mengandung pimpinan supaya kaum Muslimin berani berperang untuk mempertahankan kehormatan agama ALLAH, untuk meninggikan Kalimah-Nya dan untuk menegakkan hukum-hukum-Nya adalah sebagai berikut ;

''Man qaatala litakuuna kalimatullah hiyal 'ulyaa fahuwa fii sabiilillah''

''Barangsiapa berperang dengan tujuan supaya adalah Kalimat ALLAH yang tertinggi, maka ia itu berperang di jalan ALLAH.''
(Hadits Riwayat Al Bukhari, Muslim dan lain-lainnya dari sahabat Abi Musa r.a.)


Dalam hadits ini jelas menunjukkan ''berperang dengan tujuan agar Kalimah ALLAH yang tertinggi''. Tegasnya : Agar agama ALLAH tidak akan ada yang merintangi dan hukum ALLAH tidak akan ada yang berani mengganggu-gugat lagi. Selanjutnya dalam hadts itu telah jelas dapat di mengerti , bahwa orang yang berperang dengan tujuan yang selain dari yang tersebut, tidaklah dapat dikatakan berperang di jalan ALLAH.

Diriwayatkan, bahwa pada suatu hari ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w., :'' Ya Rasulullah, seorang hendak berjihad, padahal ia berkehendak mendapat apa-apa dari perkara dunia? Maka beliau bersabda :

''Laa ajralahu''
''Tidak ada pahala baginya''

Orang banyak demi mendengar dari orang lelaki tadi tentang sabda Nabi yang sedemikian itu lalu bertanya kepadanya : '' Cobalah kamu kembali kepada Rasulullah, karena barangkali kamu kurang mengerti tentang sabda beliau.'' Orang lelaki tadi lalu datang lagi kepada Nabi Muhammad dan bertanya : ''Ya Rasulullah, bagaimana seorang lelaki yang berkehendak jihad di jalan ALLAH, padahal ia mencari apa-apa yang berkenan dengan urusan keduniaan?'' Beliau bersabda :

''Laa ajralahu''
''Tidak ada pahala baginya''

Demikianlah sampai ketiga kali ia bertanya kepada Nabi sebagai yang tersebut itu, dan Nabi bersabda :

''Laa ajralahu''
''Tidak ada pahala baginya''

(Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daaud, Ibnu Hibban dan Al Haakim dari sahabat Abi Hurairah r.a.).


Dengan riwayat ini cukup jelas bahwa orang berjihad - memerangi para lawan Islam itu harus disertai ikhlas karena membela dan memuliakan agama ALLAH semata-mata.

Friday, December 2, 2011

Iman Hijrah dan Jihad : Jenis Peperangan dan Jumlahnya serta tertibnya

Oleh para ulama ahli tarikh Islam, telah diriwayatkan dalam kitab-kitab tarikh mereka yang besar-besar, bahwa peperangan-peperangan yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad s.a.w itu ada dua macam, yaitu
1. Sariyyah,
2. Ghazwah.


Adapun yang dinamakan ''Sariyyah'' itu ialah peperangan yang dilakukan oleh pasukan balatentara Islam yaang dikirim oleh Nabi Muhammad s.a.w, jadi peperangan yang didalamnya Nabi tidak turut serta. Sariyyah ini pada masa itu terjadi sampai 35 kali.


Adapun yang disebut ''Ghazwah'' itu ialah peperangan yang dikunjungi oleh Nabi Muhammad s.a.w., baik beliau ikut berperang atau tidak, Ghazwah pada masa itu terjadi 27 kali. Dari sekian banyak Ghazwah ini, Nabi Muhammad turut berperang dan mengepalai dalam Ghazwah hanya 9 kali.


Adapun tertibnya 27 Ghazwah itu adalah sebagai berikut :
1. Waddan, 2. Bu'ats, 3. 'Usyairah, 4. Badr al-ula, 5. Badr al-kubra, 6. Bani Salim, 7. Sawiq, 8. Ghatafan, 9. Buhran, 10. Uhud, 11. Hamraul Saad, 12. Bani Nadhir, 13. Dzatur Riqa, 14. Badr al-khirah, 15. Daumatul-Jandal, 16. Khandaq, 17. Bani Quraidhah, 18. Bani Lahyan, 19. Dzu Qarad, 20. Bani Mushthaliq, 21. Hudaibiyyah, 22. Khaibar, 23. 'Umratul Qadha, 24. Fat-hu Makkah, 25. Hunain, 26. Thaif, 27. Tabuk.


Adaapun ghazwah-ghazwah yang dikepalai oleh Nabi Muhammad s.a.w., ialah ;
1. Badr al-kubra, 2. Uhud, 3. Khandaq, 4. Banu Quraidhah, 5. Banu Mushthaliq, 6. Khaibar, 7. Fat-hu Makkah, 8. Hunain, 9. Thaif.


Demikianlah menurut Imam Ibnu Hisyam di dalam kitab Sirahnya dan Imam Al Halaby di dalam kitab Sirahnya jua.


Dengan singkat kami terangkan bahwa menurut riwayat yang sesungguhnya ; Nabi serta kaum Muslimin memerangi kaum Musyrikin dan Kafirin sampai berpuluh kali itu bukaa bersifat menyerang melainkan bersifat mempertahankan. Karena ;

Pertama, kaum Musyrikin Quraisy telah lama memusuhi Islam dan kaum Muslimin dan selanjutnya hendak lebih dulu menyerang kaum Muslimin,


Kedua, kaum Yahudi di Madinah senantiasa merintangi dan mengganggu kaum Muslimin dalam mengerjakan agamanya, kemudian hendak lebih dulu mengepung dan menyerang kaum Muslimin,


Ketiga, kaum Musyrikin dari selain bangsa Quraisy lambat laun hendak pula memerangi Nabi Muhammad s.a.w. dan kaum Muslimin, menyokong/mendukung kaum Musyrikin Quraisy,


Keempat, golongan-golongan lainnya, jika nyata-nyata hendak memusuhi Islam dan menyerang kaum Muslimin, maka kaum Muslimin diperintahkan oleh ALLAH supaya melawan mereka, sehingga mereka tunduk kepada Islam dan kaum Muslimin.


Demikianlah keterangan singkat tentang sebab-sebab kaum Muslimin diperintahkan oleh Allah supaya memerangi kaum Musyrikin, Kafirin, Munafiqin dan lain sebagainya.

Sebagai pengunci uraian tersebut, dibawah ini kami kutipkan sedikit daripada pandangan Al Ustadz Muhammad Ahmad Al 'Adawy yaang dituliskan dalam salah satu kitab karangannya ''Da'watur Rasul'' yang artinya kurang lebih seperti di bawah ini :

''Demi sesungguhnya kalau engkau perhatikan benar-benar apa yang di qishahkan oleh ALLAH tentang sebab-sebab perang dalam Islam, niscaya engkau mengetahui bahwa peraang itu tidaklah disyariatkan oleh Islam karena menyukai pertumpahan darah, meruntuhkan rumah tangga atau meyatimkan anak-anak, melainkan disyariatkan dengan pengetahuan ALLAH meskipun dalam peperangan itu mendatangkan bahaya, namun disyariatkan juga karena untuk menolak yang lebih keras dan lebih besar.


''Selanjutnya beliau menulis yang artinya : Jika sekiranya ALLAH tidak membolehkan kepada manusia menolak kejahatan dengan kejahatan dan permusuhan dengan permusuhan, niscaya tidak akan tetap tegak ''haq''(kebenaran) diatas bumi ini, dan tentu tidak akan disembah Dia(ALLAH) dengan semacam dari segala macam ibadat.''


Uraian dan Pandangan beliau itu adalah sesuai dengan falsafat Ali bib Abi Thalib r.a., yang berarti :''Kembalikanlah olehmu akan batu itu dari mana ia datang ; sesungguhnya kejahatan itu tidak akan dapat ditolak, melainkan dengan kejahatan pula.''