Sunday, June 12, 2011

Dominggus Akui Pembantaian Santri Pesantren Walisongo Ulah Pasukan Merah


Dominggus Akui Pembantaian Santri Pesantren Walisongo
Ulah Pasukan Merah

Rabu, 02 Agustus 2000, @08:08 WIB
 
Palu -- Ini dia 'orang yang paling dicari' setelah Tibo. Usai
menyerahkan diri ke Polsek Beteleme, Senin (31/7) sore, dengan
kawalan ketat Resimen I Brimob, Bogor, Selasa (1/8) siang,
Dominggus tiba di Mapolda Sulteng, Palu. Melihat sosoknya dari
dekat, gambaran seorang pembunuh segera membayang. Bagaimana
tidak, kulitnya legam, bicaranya tegas namun singkat,
tatapannya dingin. Dan, yang paling seram, pembawaannya cuek,
bahkan sedikit terkesan angkuh. Dijumpai di ruang kerja
Wakapolda Sulteng, sosok kekar dengan wajah sangar itu,
bertutur tentang siapa ia sesungguhnya. Berikut kutipannya:
 
Bagaimana Anda bisa ditangkap?
Menurut saya, ini bukan penangkapan. Tapi, saya datang
menyerahkan diri untuk cari jalan yang bagus. Jadi, apa yang
bengkok, harus diluruskan kembali.
 
Soal pembunuhan sejumlah orang, apa saudara yang lakukan?
Itu bukan pembunuhan, itu korban peperangan Pak!
 
Terus siapa yang lakukan?
Oh, itu banyak. Itu massa.
 
Massa dari mana?
Ya, antara Kelompok Merah dan Putih. Istilahnya korban perang.
 
Apa yang mendorong Anda ikut kasus ini?
Oh, itu spontanitas.
 
Apakah ada orang yang diajak?
Tidak ada.
 
Anda dibayar?
Tidak ada. Sama sekali tidak. Ini spontanitas.
 
Siapa yang ajak Anda untuk berperang?
Tidak ada yang ajak.
 
Ada kerjasama dengan Tibo?
Tidak ada.
 
Selama ini tidak ada komunikasi dengan Tibo?
Sering komunikasi. Tapi, sekali-sekali di lapangan saja.
 
Sebelum menyerahkan diri, tinggal di mana?
Saya tinggal di sekitar Desa Jamur Jaya.
 
Apakah Anda pindah-pindah?
Tidak. Saya tinggal di satu tempat saja.
 
Nama lengkapnya?
Dominggus
 
Nama lain?
Cuma itu saja, Dominggus.
 
Berapa umurnya?
33 tahun.
 
Lahir di mana?
Timor. Di Maumere.
 
Pekerjaannya?
Mekanik.
 
Di mana?
PT. Inco International. Di Sulawesi Selatan.
 
Sejak kapan di Desa Jamur Jaya?
Sejak tahun 1991.
 
Sudah kawin?
Belum. Masih bujangan.
 
Berapa orang yang Anda bunuh atau yang berduel dengan Anda?
Oh, kalau jumlah orang saya tidak tahu.
 
Kalau yang berhadapan dengan Anda dan jatuh jadi korban, berapa?
Tidak ada.
 
Kalau mayat-mayat yang ada di Pesantren Wali Songo itu, Anda tahu?
Iya, saya tahu.
 
Yang membunuh mereka?
Ya, massa.
 
Kelompok Putih atau Merah?
Merah.
 
Apakah di atas Anda, ada pimpinan yang lain?
Tidak ada.
 
Kapan Anda menyerahkan diri?
Kemarin. (Senin, 31/7-red)
 
Jam berapa?
Lima sore.
 
Apa ini karena Anda mendengarkan anjuran Tibo untuk menyerahkan diri?
Iya. Itu juga karena jalan yang terbaik.
 
Sebelum kerusuhan, apakah Anda sering berhubungan dengan Tibo?
Tidak ada.
 
Ketemunya waktu kerusuhan.
Iya.
 
Tinggalnya sama dengan Tibo?
Iya. Satu desa. Tapi, tempat kerjanya lain-lain. Saya di Selatan
(Sulawesi-red), dia di Tengah. Saya di Soroako.
 
Di PT. Inco itu?
Iya.
 
Sebelumnya berdomisili di mana?
Di Soroako
 
Bukan di Beteleme?
Bukan. Cuma saya punya kebun di trans, di Desa Jamur Jaya.
 
Anda sekolah di mana?
Saya tidak ada sekolah.
 
Sejak kapan bekerja di PT. Inco?
Sejak tahun 1991.
 
Kalau di Sulawesi Selatan sejak kapan?
Sejak tahun 1985.
 
Ketemu Tibo kapan?
Sesudah dia kerja di Tamaco.
 
Kapan itu?
Lama sekali. Mungkin 10 tahun lalu.
 
Jika Anda dinyatakan bersalah, Anda siap dihukum?
Oh, itu tunggu dulu, Pak! Karena ini spontanitas.
 
Sejak kapan Anda terlibat di Poso?
Sejak hari Selasa (23/5), yang ada pembakaran gereja itu.
 
Konon Anda kebal senjata tajam?
Enggak. Manusia ndak kebal parang. Cuma kuasa Tuhan ada.
 
Anda memimpin satu kelompok?
Tidak. Ini spontanitas, tidak ada pemimpin.
 
Sejak kapan diangkat jadi panglima?
(Sayang, ketika Dominggus tengah berpikir untuk menjawab
pertanyaan ini, Wakapolda menghentikan wawancara). *** (far)
 

http://www.berpolitik.com/article.pl?sid=100/08/02/088258 Date: Wed, 2 Aug 2000 10:01:34 +0700 From: "Fami Fachrudin"

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan santun