Tuesday, June 19, 2012

Iman Hijrah dan Jihad Blogspot[dot]Com : Lima Huruf Sebagai Bekal Perjalanan (Kaf Ha Ya' 'Ain Shad)

Bismillahirrahmairrahim

Suatu ketika, Malik bin Dinar sedang berjalan untuk menunaikan ibadah haji. Ditengah perjalanan, ia melihat seorang pemuda tengah berjalan kaki tanpa membawa bekal dan kendaraan. Anehnya, ,eski menempuh perjalanan yang sangat jauh, sipemuda tak membawa air sekedar menghalau haus selama di perjalanan. Namun begitu, si pemuda terlihat tenag-tenang saja.


Aneh. Begitu yang terlintas di benak Malik bin Dinar mengetahui si pemuda tidak membawa bekal apapun. Padahal, perjalanan yang ia tempuh sangat jauh. Makanya Malik bin Dinar menyambangi si pemuda. Kepada sipemuda , Malik bin Dinar menyapa terlebih dahulu seraya mengucapkan seuntai kata salam untuknya. ''Assalamu'alaikum.'' Tanpa rasa canggung, sipemudapun menjawab uluk salamnya. ''Wa'alaikumsalam''. Selanjutnya, perbincangan di antara keduanya pun berlanjut.


''Wahai pemuda, dari manakah engkau datang''? Tanya Malik bin Dinar.
''Dari sisi-Nya,'' jawab si pemuda.
''Mau kemana?''
''Mau ke sisi-Nya.''
''Mana bekalmu?'' Malik bin Dinar melanjutkan pertanyaannya.
''Dalam tanggungan-Nya,'' jawab si pemuda
''Jalan ini tidak bisa di tempuh tanpa bekal dan air,'' kata Malik bin Dinar.
''Baiklah,'' Malik bin Dinar melanjutkan, ''Apakah engkau mempunyai sesuatu?''
''Kaf Ha Ya' 'Ain Shad,'' jawab si pemuda.
Si pemuda melanjutkan, ''ketika aku memulai perjalanan, aku telah membawa lima huruf sebagai bekal.''
Malik bin Dinar bertanya,''Lima huruf yang manakah itu?''
SiPemuda menjawab, ''Allah swt berfirman : ''Kaf Ha Ya' 'Ain Shad.''
''Apa maknanya?'' tanya Malik bin Dinar.

''Kaf artinya Kafi (Dzat Yang Mencukupi). Ha artinya Hadi (Pemberi Hidayah). Ya' artinya Mu'wi (Dzat Pemberi Tempat). 'Ain artinya 'Alim (Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu) dan Shad artinya Shadiq (Yang Benar dalam Janj-Nya,'' si pemuda menjelaskan.


''Maka,'' lanjut si pemuda, ''barang siapa yang temannya adalah Dzat Yang Mencukupi, Memberi Petunjuk, Memberi Tempat, Mengetahui Segala Sesuatu, dan Benar dalam Janji-Nya, Apakah masih memerlukan orang lain dan apakah masih takut kepada orang lain? Dan apakah masih perlu membawa bekal dan air bersama-Nya?''


Mendengar ucapannya, Malik bin Dinar bermaksud memberikan baju miliknya kepada si pemuda. Tetapi si pemuda menolaknya. Ia mengelak. ''Telanjang dari baju dunia itu lebih baik. Kalau halal pasti di hisab dan kalau haram pasti pasti akan mendatangkan azab,'' ucap si pemuda.


Ketika malam mulai gelap, si pemuda menengadahkan wajahnya kelangit. Selanjutnya ia memanjatkan doa, ''Wahai Yang Maha Suci, yang gembira dengan ketaatan hamba-Nya, dan tidak rugi oleh dosa-dosa hamba-Nya, berikanlah kepadaku yang menyebabkan Engkau senang, yakni taat. Dan ampunilah sesuatu yang karenanya Engkau tidak rugi, yakni dosa.''


Lalu ketika orang-orang memakai pakaian ihram dan mengucapkan Labbaik, si pemuda diam saja.


Malik bin Dinar penasaran. Makanya, ia bertanya, ''Mengapa engkau tidak mengucapkan Labbaik?''


Si pemuda menjawab, ''Aku takut bila aku mengucapkan Labbaik wa la Sa'daik (labbaik-mu tidak diterima dan Sa'daik-mu tidak di terima). Yakni, Dia tidak mau mendengarkan suaraku dan Dia tidak akan memandangku.''


Setelah itu si pemuda pergi. Sepanjang perjalanan, Malik bin Dinar tidak menjumpai si pemuda. Malik bin Dinar baru melihat kembali si pemuda ketika berada di Mina.


Di Mina, si pemuda tampak tengah membaca beberpa syair yang maknanya, ''Dia adalah kekasih yang menyukai darahku di alirkan. Darahku ditanah Haram pun Halal untuk-Nya. Dan di luar tanah Haram pun, demi ALLAH, seandainya ruhku tahu bahwa ia bergantung kepada Dzat Yang Maha Suci, maka ia akan berdiri dengan kepala, bukan dengan kaki

Dan orang yang biasa mencaci maki, janganlah mencaciku karena mencintai-Nya. Seandainya kalian melihat apa yang aku lihat, maka sekali-kali kalian tidak akan mencaciku.


Orang-orang berthawaf di sekeliling Baitullah, seandainya mereka berthawaf di sekeliling ALLAH, maka mereka tidak akan bergantung kepada tanah Haram.


Pada hari raya orang-orang berkurban kambing. Akan tetapi pada hari itu Kekasihku mengorbankan jiwaku. Orang-orang telah telah selesai menuniakan ibadah haji, dan hajiku adalah sesuatu yang membuatku tenang. Orang-orang telah berkurban. Aku berkurban dengan darah dan nyawaku.''


Selanjutnya si pemuda berdo'a, ''Ya ALLAH, orang yang telah mendekatkan diri kepada-Mu melalui berkurban. Dan aku tidak mempunyai sesuatu yang bisa aku kurbankan. Aku memilki nyawa. Aku persembahkan nyawaku kepada-Mu. Maka, terimalah, ya ALLAH.''


Tak lama setelah memanjatkan do'a, si pemuda menjerit dan jatuh. Ia meninggal dunia. Tak lama berselang terdengar suara gaib. Suara itu berkata demikian, ''Ia adalah temannya ALLAH swt''


Lalu, Malik bin Dinar mengurusi pengebumiannya. Sepanjang malam Malik bin Dinar memikirkan tentang si pemuda yang di jumpainya itu. Dalam keadaan seperti itu. Dan dalam tidurnya, Malik bin Dinar bermimpi bertemu dengan si pemuda.
''Bagaiamana keadaanmu?'' tanya Malik bin Dinar.
Aku telah di perlakukan seperti para syuhada Badar, bahkan di lebihkan dari mereka,'' jawab si pemuda.
''Mengapa engkau di lebihkan dari mereka?'' lanjut Malik bin Dinar.
''Mereka Syahid dengan pedang musuh, dan aku syahid oleh pedang kerinduan kepada ALLAH swt,'' jawab si pemuda.
*****


Allah yang menciptakan manusia. Allah pula yang menjamin rezekinya. Bahkan seekor binatang melatapun, mahluk yang tidak di lengkapi dengan akal dan jauh dari kesempurnaan fisik layaknya manusia, telah di tentukan rezekinya masing-masing. Dalam hal ini, firman-Nya dalam surat Hud ayat 6, ''Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan ALLAH-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).''


Karenanya, sejatinya manusia tidak perlu cemas memikirkan apa yang akan ia makan hari ini. Ia tidak perlu risau rezeki apa yang akan ia dapatkan sebagai bekal menyambung hidupnya. Atau, tidak perlu terjun ke dunia maksiat untuk meraup rezeki-Nya. Tidak perlu terjadi cekcok antar teman, tidak perlu sinis terhadap tetangga, bahkan tidak terjadinya perang hanya karena soal perut.


Urusan rezeki sudah di tentukan untuk setiap masing-masing kita. Kecemasan hanya akan memperkeruh pikiran dan mengundang lahirnya kegelisahan yang lain. Apalagi, jika tidak di barengi dengan tindakan nyata. Sejauh ada kemampuan untuk berusaha, ALLAH akan membukakan jalan untuk setiap usaha kita. Dimana ada kemauan, disitu pula ada jalan. Demikian kata pepatah. Keberuntungan tidak pernah datang kepada orang yang tidak pernah menumpahkan keringatnya.


Perlu perjuangan untuk sampai di sebuah tempat wisata yang indah yang terletak di puncak gunung. Sepanjang jalan menuju kesana, kondisi jalan tak selalu rata. Terkdang kita harus melintas di jalan berkelok. Tak jarang kita di hadapkan dengan kontur jalan yang menanjak. Belum lagi harus melawan panasnya terik atau melawan stres yang mungkin hinggap sepanjang mengendara. Akan tetapi, bukankah semua itu terasa indah setelah kita sampai di tempat tujuan?


Jika diibaratkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan, maka segala bentuk kesulitan maupun kesenangan yang mungkin pernah kita kecap tak ubahnya pemandangan yang mewarani perjalanan yang kita tempuh. Dan boleh jadi, karena dua sisi yang berbeda itu hidupu kita menjadi lebih berwarna dan penuh makna. Dengan bekal yang cukup, kita tak perlu takut menghadapi hidup. Berbekal Iman kepada ALLAH dan menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya menjadi kekuatan untuk menjalani hidup menjadi lebih hidup.

Wallahu'alam bil Shawab.

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan santun