Tuesday, May 15, 2012

Memahami Makna Iman kepada Kitab-kitab Ilahi



Setiap agama samawi telah memiliki kitab masing-masing. Mereka menyakini kitab itu sepenuh hatinya, termasuk ajaran di dalamnya. Mereka menyakini tidak sebatas percaya namun juga di buktikan dengn pengorbanan jiwa raga. Implikasi kefanatikan ini melahirkan sikap apriori terhadap kitab lain. Haruskah demikian ?



Rukun iman kita di antaranya adalah meyakini kitab-kitab Tuhan. Ini berarti bahwa muslim mengakui bahwa kitab-kitab Tuhan itu lebih dari satu. Konsekuensi dari keimanan itu tentu saja muslim tidak harus apriori terhadap kitab-kitab selain Al Qur'an. Umat selain Islam pun seharusnya bersikap demikian. Namun, realitas kehidupan menunjukkan lain. Sering terjadi perseteruan hebat antar umat beragama. Pertentangan akidah antara benar-salah, surga-neraka, islam-kafir tak kunjung berhenti.



Sementara itu Tuhan Yang Maha Penyayang menurunkan beberapa kitab kepada umat-Nya melalui utusan atau wakil terpilih yaitu, para nabi atau rasul, kitab itu juga kitab sebut sebagai wahyu karena mengandung sebuah keajaiban yang luar biasa di dalamnya. Kitab-kitab yang kita pahami itu antara lain, Zabur, Taurat, Injil dan Al Qur'an. Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, kitab Taurat di turunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Musa dan Al Qur'an kepada Nabi Muhammad. Kitab-kitab tersebut diturunkan untuk dijadikan pedoman bagi manusia yang bersangkutan menjalani kehidupan yang penuh dengan permasalahan dan tantangan hidup dalam koridor kebenaran hakiki. Meskipun nama-nama kitab itu berbeda-beda pada setiap kurun zaman, naum syariat Ilahi sejak Nabi Nuh hingga Muhammad pada hakikatnya satu, yang membedakan adalah bobot syariat yang tertulis didalamnya (QS. 42:13).



Tuhan tidak begitu saja menurunkan kitab, melainkan untuk memberi tunjuk ajar bagaimana manusia harus berbuat dan bertindak selaras dengan nilai-nilai kebenaran Ilahi. Kemajuan dan perkembangan zaman menuntut banyak aspek yang perlu ditata sehingga kelestarian hidup manusia dimuka bumi dapat bertahan sampai akhir zaman.



Manakala dunia terus berubah, permasalahan pun bertambah, semakin hari semakin rumit maka yang dibutuhkan adalah aturan yang memadai sehingga mampu menjamin keberlangsungan hidup manusia susuai koridor hukum Ilahi, dalam hal imi manusia sebagai subjek, ciptaan Tuhan yang paling sempurna, sudah semestinya mewujudkan sifat-sifat Ilahiyah di muka bumi.



Tuhan menurunkan kitab menyesuaikan situasi dan kondisi masing-masing zamannya. Pada masa Musa mungkin cukup dengan Taurat tetapi pada masa Isa mungkin harus ada pengembangan aturan karena bertambahnya umat dan wawasan berfikir yang semakin luas, maka di turunkan Injil. Dengan demikian, setiap kurun zaman yang berbeda selalu diturunkan kitab yang secara kebetulan berbeda sebutan sehingga beragam jenis kitab yang hakikatnya satu, karena diturunkan oleh Tuhan yang sama yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta Alam dan seisinya. Beragam kitab-kitab yang Tuhan turunkan tentu saja buka sebagai tandingan antara kitab-kitab yang satu dengan yang lainnya, melainkan harus di pahami sebagai proses penyempurnaan. Hal ini terbukti Tuhan tidak pernah menurunkan dua kitab yang bertentangan pada satu orde kenabian atau kerasulan.



Realisasi ajaran Ilahi mengalami pasang surut. Perjalanan kehidupan manusia yang tiada berhenti, setiap detik individu terus menerus menurunkan keturunan yang beraneka ragam adat dan kebiasaan, kemajuan berfikir dan dan tantangan hidup, namun perubahan ini bila tidak diimbangi dengan kemampuan mewariskan ajaran Ilahi, secara perlahana namun pasti, ajaran Ilahi pun semakin redup. Meredupnya ajaran Ilahi ini bukan karena konten ajarannya semakin tidak populer tetapi lebih banyak disebabkan ketidakekonsistenan melaksanakan tugas dan kewajiban para pemeluknya dalam praktek keseharian. Banyak ajaran baik yang ditinggalkan bahkan bahkan diubah dengan pemikirannya sendiri.



Walhasil, ajran Ilahi yang dibawa oleh para Nabi semakin tidak dipahami bahkan dilupakan sama sekali, akhirnya ajaran itu pun hilang dari permukaan bumi, tinggalah berkas-berkas ajaran Ilahi yang masih hidup di hati sebagian kecil individu, yang memungkinkan hanya di pahami secara sepotong-potong, tidak utuh, bahkan banyak yang diputarbalikkan dan diubah ayat-ayatnya, disesuaikan dengan kemauan nafsu diri sendiri, biasanya ini dilakukan juga untuk melindungi hak dan kepentingan pribadi. Duniapun dikuasai oleh nafsu dan bukan wahyu. Akhirnya dunia mengalami kerusakan yang mengarah pada kebinasaan abadi (kiamat). Tuhan pun segera turun tangan kembali dengan memilih rasul-Nya dengan membekali kitab untuk mencegah kebinasaan. Revitalisasi system pada segala aspek kehidupan sebagai jalan yang mesti ditempuh oleh para Rasul sebagai realisasi amanat Tuhan.



Tugas para nabi dan Rasul Tuhan, sejak Adam hingga Muhammad tidak lain menjaga kelestarian alam dari kebinasaan abadi dengan menata segala aspek kehidupan secara menyeluruh yang meliputi, idiologi, politik, sosbud dan hankam (memahayu hayuning bawana). Mereka selalu menyerukan kepada kaumnya kepada jalan keselamatan, kebaikan dan bukan jalan kehancuran (amal ma'ruf nahi munkar). Namun, di sayangkan pada realitas yang ada hingga kini, setiap periode, ide pembaharuan system oleh rasul-rasul Tuhan tidak diterima dan ditanggap sinis oleh kaum yang bersangkutan, mereka menganggap sebagai ajaran sesat. Mereka mulai merasa tidak nyaman bila ada seorang yang ingin meluruskan dan mengembalikan sistem (din) yang telah sesat jauh kepada sistem yang benar yaitu sistem Ilahi.



Orang-orang yang telah tertutup hatinya dengan kebodohan, mereka kebanyakan menolak dan tidak percaya. Kebodohan telah merasuki jiwa mereka. Mereka menentang Ajaran Ilahi dengan kebodohan dan kesombongannya. Hati mereka keras membatu. Nafsu pun lalu berkuasa, akal sehat di kesampingkan, mereka beramai-ramai memberangus ajaran Ilahi. Maka ujung dari penentangan selalu diiringi dengan kekerasan, penganiayaan, pengusiran bahkan pembunuhan bagi siapapun yang berani mengubah atau mengganti sistem suatu kaum yang notabene telah mengikuti suatu ajaran nenwk moyang tertentu (QS. 14:13)



Manusia pun akhirnya terpecah menjadi bergolong-golongan atau berkelompok-kelompok. Masing-masing golongan merasa benar dengan apa yang telah di yakini sebagai aturan hidup dari nenek moyang. Mereka selalu mengatakan, ''Ini ajaran Mbah-mbahmu(kakek) sejak dulu. Mbah-mbahmu selau melakukan ajaran ini.'' Mereka mengatakan demikian karena tidak sadar bahwa Mbah-mbah dahulu melakukannya tanpa ilmu dan hanya berdasar angan-angan belaka (ra'yu) (QS. 2:170)



Hanya sebagian kecil golongan diantara mereka, yang kebanyakan dari orang-orang lemah lagi papa, namin ada berkas cahaya di dadanya, mereka membenarkan (mengimani) pembaharuan ajaran Ilahi itu. Meraka berkeyakinan kepada Nabi dan Rasul sang pembaharu bukan karena kemiskinan yang melilit, lalu beriman supaya menjadi kaya sebagaimana disangkakan oleh para pendurhaka (orang kafir), melainkan hati mereka yang terbuka, yang berkeinginan kuat, untuk dapat memaknai hidupnya sesuai dengan ajaran Ilahi.



Hati mereka yang selalu merindukan kebenaran. Kebenaran yang selalu di gelorakan oleh para Nabi dan Rasul, yang tidak pernah berlawanan sejak dahulu hingga sekarang. Orang-orang ini mengimani sepenuhnya risalah para Nabi/Rasul dalam arti menerima dengan lapang dada bahwasanya apa yang diajarkan adalah sama. Menyakini pula bahwa semua Nabi/Rasul adalah manusia besar, luhur dan agung dan tidak hanya seorang saja (Muhammad) yang dianggap besar. Inilah mukmin yang sungguh ma'rifat kepada Tuhannya. (QS. 2:177)



Artikel Post terkait :

Sembahlah ALLAH

Kebangkitan Islam yang ALLAH janjikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam



Walhamdulillahi Rabbil'alamin

1 comment:

Berkomentarlah dengan santun