Monday, March 26, 2012

Iman Hijrah dan Jihad Blogspot.comKaum Nasrani : Utusan Kaum Nasrani Najran menolak BERMUBAAHALAH



Kaum Nasrani : Utusan Kaum Nasrani Najran menolak BERMUBAAHALAH

Iman Hijrah dan Jihad Blogspot.com - Diriwayatkan, bahwa tatkala mereka telah berpaling dari hadapan Nabi Muhammad Sallallaahu 'Alayhi wa Sallam, mereka lalu kembali menghadap kepada Al-Aaqib, penasehat mereka yang tertinggi, dan dalam pada itu mereka lalu meminta pendapat dan persetujuannya. Kata mereka :Bagaimana pendapat engkau, Ya Abdal-Masieh, tentang bermubaahalah dengan Muhammad ?''


Kata Al-Aaqib : ''Demi ALLAH, wahai golongan Nashara (Nasrani) sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa Muhammad itu seorang Nabi yang diutus, dan sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang jelas dari teman-teman kamu, bukan ? Sesungguhnya kamu telah mengerti, bahwa tidak suatu kaum yang berlaknat-laknatan (bermubaahalah) dengan seorang Nabi, melainkan mereka pasti hancur binasa, tidak akan ada yang ketinggalan orang-orang tua mereka ; dan tidak akan ada Keturunan mereka ; dan sungguh kamu tidak akan menang selama-lamanya jika kamu mengerjakan mubaahalah dengan dia. Maka jika kamu menolak bermubaahalah, lantaran kecintaan kepada agama kamu dan mempertahankan apa yang telah berlaku pada kamu dan temanmu, maka hendaklah kamu meminta diri meninggalkan orang itu (Nabi Muhammad Sallallaahu 'Alayhi wa Sallam) kemudian kembalilah kamu ke negeri Yaman.''

Demikianlah nasehat dan peringatan al-Aaqib kepada segenap pengikutnya ; kemudian mereka datang menghadap Nabi Muhammad Sallallaahu 'Alayhi wa Sallam lagi lalu berkata : ''Ya Abal Qasim, sesungguhnya kami telah berpendapat dan memutuskan, bahwa kami jangan ber-mubaahalah dengan engakau ; dan kami supaya meninggalkan engkau di atas agama engkau ; dan kami akan kembali mengikuti agama kami sebagaimana biasa. Sekalipun demikian, namun kami memohon kepada engkau sudilah kiranya mengutus seseorang dari sahabat engkau yang engkau ridhoi dan engkau percaya untuk kami angkat menjadi hakim di qabilah kami dalam segala urusan yang mengenai harta yang kami perselisihkan dan kami pertengkarkan yang seringkali terjadi dalam kalangan kami. Karena sesungguhnya engkau itu bagi kami satu kepuasan.''*)


Permohonan mereka yang sedemikian itu di perkenankan oleh Nabi Muhammad Sallallaahu 'Alayhi wa Sallam. Kemudian pada keesokkan harinya Nabi memutuskan supaya Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrah berangkat bersama-sama kaum Nasrani Najran ke Qabilah mereka untuk menjadi hakim di sana. Sabda Nabi kepadanya di kala itu :


''Ukruj ma'ahum faaqdhi bainahum bilhaq fiimaa ikhtalafuu fiihi.''

''Keluarlah (berangkatlah) kamu bersama mereka, maka hukumilah antara mereka itu dengan kebenaran tentang segala sesuatu yang di perselisihkan oleh mereka.''


Abu Ubaidah lalu berangkat bersama-sama mereka **)


Diriwayatkan, bahwa Abu Haritsah bin 'Alqamah, salah seorang pendeta dan ulama Nasrani dari Najran sebagai yang tertera di post sebelumnya, yang selamanya di muliakan oleh kaum pengikutnya, tatkala datang hendak menghadap Nabi Muhammad Sallallaahu 'Alayhi wa Sallam, ia duduk di atas bighalnya sambil menghadapkan mukanya kepada Nabi, dan di sampingnya duduklah salah seorang saudaranya yang bernama Kaur bin 'Alqamah. Dikala itu tergelincirlah bighal yang sedang di kendarainya, lalu berkatalah Kaur Celakalah yang lebih jauh!''. (yang di kehendaki dengan perkataan yang sedemikian itu, ialah pribadi Nabi Muhammad Sallallaahu 'Alayhi wa Sallam). Maka Abu Haritsah berkata kepada saudaranya tadi :''Bahkan kamulah yang celaka.''


Kata Kaur : ''Mengapa demikian, wahai saudaraku ?''


Kata Abu Haritsah : Demi ALLAH, sesungguhnya dia itu Nabi yang kita nanti-nanti kedatangannya.''


Maka Kaur berkata : Apa yang merintangi engkau mempercayai dan mengikut kepadanya, padahal engkau telah mengerti yang sedemikian itu ?''


Abu Haritsah berkata terus terang : Yang merintangi saya mempercayai kepadanya, ialah kehormatan dan kebesaran yang telah di berikan oleh kaum pengikut saya selama ini, mereka itu enggan dan tidak mau mengikut kepada Nabi itu. Oleh sebab itu, jika saya mengikut dia, tentulah segala kehormatan dan kebesaran saya sebagaimana yang telah kamu ketahui dari mereka, mereka akan menarik kembali semua itu dari saya. Dengan sebab itu, ya apa boleh buat. Tentang ini hendaklah kamu rahasiakan baik-baik.''***)


Mengingat riwayat ini jelaslah bahwa pendeta Nasrani dari Najran yang senantiasa di hormati dan di muliakan oleh para pengikutnya walau yang berpangkat raja sekalipun, di kala itu sudah mengerti bahwa pribadi Nabi itu benar-benar Nabi yang diutus oleh ALLAH. Adapun yang menyebabkan ia tidak mau percaya dan tidak bersedia untuk membenarkan kebenaran Nabi itu dengan tegas di nyatakan sendiri, karena kedudukan dan kebesaran yang telah di perolehnya dari kaum pengikutnya, selama ia menjabat selaku pendeta mereka.****)

Keterangan :
*) Riwayat yang tersebut itu menunjukkan, bahwa kaum Nasrani Najran tidak berani meghadapi tantangan bermubaahalah dari Nabi. Dengan demikian jelaslah mereka mengerti akan kebenaran dakwah Nabi dan menginsyafi akan kedustaan mereka sendiri. Sekalipun demikian, namun mereka telah insyaf dan tertarik pula oleh dasar-dasar keadilan hukum-hukum yang di bawa oleh Nabi, sehingga mereka mengajukan permohonan kepada beliau, supaya beliau mengirim seorang dari sahabat yang bisa di percayai untuk di angkat menjadi hakim di qabilah mereka untuk memutusi soal-soal yang mengenai harta-benda yang diperselisihkan oleh mereka.


**) Riwayat yang tersebut itu menurut sebagaimana yang termaktub dalam Sirah Ibnu Hisyam. Dan riwayat mubaahalah sebagai yang tersebut itu diriwayatkan juga oleh para imam ahli hadits, antara lain oleh Al-Bukhari dan Muslim, tetapi dengan rangkaian kata yang agak berlainan : dan di antara para ulama ahli tafsir yang meriwayatkannya, ialah Ibnu Jarier Ath-Tahbary dalam kitab Tafsirnya.

***)Menurut kata Ibnu Hisyam : Nama orang tersebut itu bukan Kaur, tetapi Kuuz. Dan perkataan Abu Haritsah sebagai yang tersebut itu di ceritakan oleh Kuuz sesudah mengikut Islam.

****)Sepanjang riwayat sejak dari dulu mula, pengaruh kedudukan, pangkat dan kebesaran itu menyebabkan kebanyakan manusia tidak bersedia dan atau tidak mau menerima ''Kebenaran'' yang hakiki, kebenaran yang di bawa oleh para Rasul ALLAH dan kebenaran yang di ridhai oleh-Nya. Dan hingga kini pun kerapkali terjadi yang menyilaukan manusia dari kebenaran dan pertimbangan yang benar itu adalah kedudukan, pangkat, kebesaran dan kekayaan, apalagi bagi orang yang sudah mempunyai banyak pengikut yang terdiri daripada orang-orang muqallid a'ma (Uraian akan di lanjutkan di akhir bab ini, Insya ALLAH.

Sumber Al Qur'an Terjemah Bahasa Indonesia


Walhamdulillahi Rabbil'alamin

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan santun